Sebelum
diangkatnya Nabi Muhammad marak orang Arab menyembah berhala. Sementara sebelum
kerasulan Muhammad sudah ada nabi-nabi sebelumnya. Lalu, seperti apa kisahnya
sehingga Mekah kala itu dipenuhi berhala?
Agama mayoritas bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad adalah mengikuti dakwah Nabi Ismail Alaihissalam. Mereka menetapi agama bapaknya, Ibrahim Alaihissalam. Intinya menyembah kepada Allah, meng-Esakannya dan memeluk agamanya. Seiring berjalannya waktu, banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran Ismail as dan Ibrahim as. Sekalipun begitu, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa sifat dari agama bapak dari para nabi itu.
Agama mayoritas bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad adalah mengikuti dakwah Nabi Ismail Alaihissalam. Mereka menetapi agama bapaknya, Ibrahim Alaihissalam. Intinya menyembah kepada Allah, meng-Esakannya dan memeluk agamanya. Seiring berjalannya waktu, banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran Ismail as dan Ibrahim as. Sekalipun begitu, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa sifat dari agama bapak dari para nabi itu.
Mulanya
muncul seorang yang bernama Amr Bin Luhay, pemimpin Bani Khuza'ah. Dia tumbuh sebagai orang
yang dikenal suka berbuat bijak,
mengeluarkan sedekah dan respek terhadap urusan-urusan agama. Tak heran jika semua orang
mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai salah seorang ulama
dan wali yang disegani.
Kemudian
dia mengadakan perjalanan ke Syam.
Di
sana dia melihat penduduk Syam menyembah
berhala.
Dia
menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab Syam adalah tempat para Rasul dan Kitab. Maka dia pulang sambil
membawa Hubal dan meletakkannya di dalam Kabah. Setelah itu dia mengajak
penduduk Mekah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang-orang Hijaz pun banyak yang
mengikuti penduduk Mekah karena mereka dianggap sebagai pengawas Kabah dan
penduduk tanah suci.
Berhala mereka yang terdahulu adalah Manat,
ditempatkan di Musyallal, Tepi Laut Merah di
dekat Qudaid.
Kemudian
mereka membuat lata di Thaif
dan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah
3 berhala yang paling besar. Setelah
itu kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran
di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amr Bin
Luhay mempunyai pembantu
dari jenis Jin. Jin ini
memberitahukan kepadanya
bahwa berhala-berhala kaum Num (Wud, Suwa’,
Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) terpendam di Jiddah. Maka dia datang ke sana
dan mengangkatnya lalu membawanya ke Tihamah. Setelah
musim Haji tiba
dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada para kabilah. Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke
tempat asalnya masing-masing sehingga setiap kabilah
dan di setiap rumah hampir pasti ada berhalanya. Mereka juga memenuhi Masjidil Haram
dengan berbagai macam berhala dan patung.
Tatkala Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menaklukkan
Mekah, di sekitar Kabah ada
360 berhala. Beliau
menghancurkannya hingga runtuh
semua. Lalu memerintahkan agar
berhala tersebut dikeluarkan
dari masjid dan dibakar.
Begitu
pula kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala dari agama orang jahiliyah, yang menganggap
dirinya berada pada agama Ibrahim.
Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upaya
upacara penyembahan berhala yang mayoritas diciptakan Amr Bin Luhay. Sementara orang orang
mengira apa yang dikatakan Amr
itu adalah sesuatu yang baru dan baik serta tidak merubah agama Ibrahim. Di antara upacara
penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah:
1. Mereka mengelilingi
berhala dan mendatanginya,
berkomat-kamit dihadapannya, meminta
pertolongan tatkala menghadapi kesulitan,
berdoa untuk memenuhi kebutuhan dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala
itu bisa memberikan syafaat di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka
kehendaki.
2. Mereka menunaikan haji dan tawaf di
sekeliling Berhala merunduk dan sujud di hadapannya
3. Mereka bertarung dengan
menyajikan berbagai macam kurban, menyembelih hewan
piaraan dan hewan kurban demi berhala dan menyebut namanya. Dua jenis penyembelihan
ini telah disebutkan Allah dalam firman-Nya
“... dan apa yang disembah
untuk berhala ...” (Al Maidah ayat 3)
“Dan janganlah kalian
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya” (Al An'am 121)
4. Jenis taqarub yang lain, mereka memutuskan
sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala. Ada pula orang tertentu
yang mengkhususkan sebagian lain bagi
Allah,
5. Diantara jenis taqarub
yang mereka lakukan ialah dengan bernazar menyajikan sebagian hasil tanaman dan
ternak untuk berhala. Allah berfirman “Dan mereka mengatakan
inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang,
tidak boleh memakannya,
kecuali orang yang kami kehendaki,
menurut anggapan mereka, dan
ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya, dan binatang ternak
yang mereka tidak menyebut nama Allah diwaktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat
kedustaan terhadap Allah.” (Al
An'am 138)
6. Adapula Al-bahirah, As-sa’ibah, Al-washilah, Al-hami yang
diperlakukan sedemikian rupa sebagai berhala. Ibnu Ishaq berkata “Al bahirah anak as saibah yaitu onta betina yang telah
beranak 10,
semuanya betina dan sama sekali tidak mempunyai anak jantan. Onta
ini tidak boleh ditunggangi, tidak
boleh diambil bulunya dan susunya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian melahirkan
lagi anak betina maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara
bebas bersama induknya, yang
juga harus mendapatkan perlakuan yang sama
dengan induknya.
Al-wasilah adalah domba
betina yang mempunyai 5 anak kembar yang semuanya betina secara berturut-turut. Domba ini bisa dijadikan
sarana bertaqarrub. Oleh karena itu mereka
berkata “Aku
mendekatkan diri dengan domba ini.”
Tetapi jika setelah itu melahirkan anak jantan dan tidak ada
yang mati, maka
domba ini boleh disembelih dan dagingnya dimakan.
Alhami adalah onta jantan yang sudah
membuntingi 10 anak betina secara
berturut-turut tanpa ada jantannya.
Onta seperti ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil
bulunya, harus dibiarkan lepas
dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan apapun. Untuk itu Allah
menurunkan ayat dalam surat Al Maidah 103 “Allah
sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, sa’ibah, wasilah dan hami. Akan tetapi orang-orang
kafir membuat kedustaan terhadap Allah dan kebanyakan mereka tidak mengerti”.
Oleh: Liya Yuliana
Sumber:
Kitab
Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh
Syafiyyurrahman Mubarakfuri
Penulis menerima masukan dan bisa ditujukan ke FB Anna Mujahidah Mumtazah atau akhwat.psyariah@gmail.com