IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Kamis, 08 November 2018

BEGINI, ASAL MULA BERHALA DI MEKAH




Sebelum diangkatnya Nabi Muhammad marak orang Arab menyembah berhala. Sementara sebelum kerasulan Muhammad sudah ada nabi-nabi sebelumnya. Lalu, seperti apa kisahnya sehingga Mekah kala itu dipenuhi berhala?
Agama mayoritas bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad adalah mengikuti dakwah Nabi Ismail Alaihissalam. Mereka menetapi agama bapaknya, Ibrahim Alaihissalam. Intinya menyembah kepada Allah, meng-Esakannya dan memeluk agamanya. Seiring berjalannya waktu, banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran Ismail as dan Ibrahim as. Sekalipun begitu, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa sifat dari agama bapak dari para nabi itu.
Mulanya muncul seorang yang bernama Amr Bin Luhay, pemimpin Bani Khuza'ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat bijak, mengeluarkan sedekah dan respek terhadap urusan-urusan agama. Tak heran jika semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai salah seorang ulama dan wali yang disegani. Kemudian dia mengadakan perjalanan ke Syam. Di sana dia melihat penduduk Syam menyembah berhala. Dia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab Syam adalah tempat para Rasul dan Kitab. Maka dia pulang sambil membawa Hubal dan meletakkannya di dalam Kabah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang-orang Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Mekah karena mereka dianggap sebagai pengawas Kabah dan penduduk tanah suci.
Berhala mereka yang terdahulu adalah Manat, ditempatkan di Musyallal, Tepi Laut Merah di dekat Qudaid. Kemudian mereka membuat lata di Thaif dan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah 3 berhala yang paling besar. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amr Bin Luhay mempunyai pembantu dari jenis Jin. Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Num (Wud, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) terpendam di Jiddah. Maka dia datang ke sana dan mengangkatnya lalu membawanya ke Tihamah. Setelah musim Haji tiba dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada para kabilah. Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke tempat asalnya masing-masing sehingga setiap kabilah dan di setiap rumah hampir pasti ada berhalanya. Mereka juga memenuhi Masjidil Haram dengan berbagai macam berhala dan patung. Tatkala Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menaklukkan Mekah, di sekitar Kabah ada 360 berhala. Beliau menghancurkannya hingga runtuh semua. Lalu memerintahkan agar berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan dibakar.
Begitu pula kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala dari agama orang jahiliyah, yang menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim. Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upaya upacara penyembahan berhala yang mayoritas diciptakan Amr Bin Luhay. Sementara orang orang mengira apa yang dikatakan Amr itu adalah sesuatu yang baru dan baik serta tidak merubah agama Ibrahim. Di antara upacara penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah:
1.      Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit dihadapannya, meminta pertolongan tatkala menghadapi kesulitan, berdoa untuk memenuhi kebutuhan dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.
2.      Mereka menunaikan haji dan tawaf di sekeliling Berhala merunduk dan sujud di hadapannya
3.      Mereka bertarung dengan menyajikan berbagai macam kurban, menyembelih hewan piaraan dan hewan kurban demi berhala dan menyebut namanya. Dua jenis penyembelihan ini telah disebutkan Allah dalam firman-Nya “... dan apa yang disembah untuk berhala ...” (Al Maidah ayat 3)
“Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya” (Al An'am 121)
4.      Jenis taqarub yang lain, mereka memutuskan sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala. Ada pula orang tertentu yang mengkhususkan sebagian lain bagi Allah,
5.      Diantara jenis taqarub yang mereka lakukan ialah dengan bernazar menyajikan sebagian hasil tanaman dan ternak untuk berhala. Allah berfirman Dan mereka mengatakan inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang, tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki, menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya, dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah diwaktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah.” (Al An'am 138)
6.      Adapula Al-bahirah, As-sa’ibah, Al-washilah, Al-hami yang diperlakukan sedemikian rupa sebagai berhala. Ibnu Ishaq berkata Al bahirah anak as saibah yaitu onta betina yang telah beranak 10, semuanya betina dan sama sekali tidak mempunyai anak jantan. Onta ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya dan susunya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian melahirkan lagi anak betina maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara bebas bersama induknya, yang juga harus mendapatkan perlakuan yang sama dengan induknya.
Al-wasilah adalah domba betina yang mempunyai 5 anak kembar yang semuanya betina secara berturut-turut. Domba ini bisa dijadikan sarana bertaqarrub. Oleh karena itu mereka berkata “Aku mendekatkan diri dengan domba ini.” Tetapi jika setelah itu melahirkan anak jantan dan tidak ada yang mati, maka domba ini boleh disembelih dan dagingnya dimakan.
Alhami adalah onta jantan yang sudah membuntingi 10 anak betina secara berturut-turut tanpa ada jantannya. Onta seperti ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan apapun. Untuk itu Allah menurunkan ayat dalam surat Al Maidah 103 Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, saibah, wasilah dan hami. Akan tetapi orang-orang kafir membuat kedustaan terhadap Allah dan kebanyakan mereka tidak mengerti.
Oleh: Liya Yuliana
Sumber: Kitab Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh Syafiyyurrahman Mubarakfuri
Penulis menerima masukan dan bisa ditujukan ke FB Anna Mujahidah Mumtazah atau akhwat.psyariah@gmail.com


Selasa, 23 Februari 2016

4 Pertanyaan Sensitif yang 'Haram' Ditanyakan kepada Perempuan




Oleh: Anna Mujahidah Mumtazah
Dalam kehidupan sehari-hari tak lepas dari muamalah dengan saudara/i muslim. Bercakap ini dan itu menjadi hal yang lumrah. Apalagi jika berjumpa dengan saudara/i yang pernah dekat, tentu dalam suasana keakraban. Semakin banyak canda ria dan tawa. Terkadang saat hanyut dalam canda ria dan tawa kita lupa menjaga lidah sehingga hati lawan bicara pun terluka.
Tetaplah menjadi penyejuk mata dan hati bagi lawan bicara/orang lain. Senyum menyejukkan mata, lidah yang terjaga menjadikan lawan bicara sejuk hatinya. Buatlah mereka bahagia, jika kita tak sanggup membuatnya bahagia maka jangan biarkan air matanya mengalir karena kesalahan kita dalam bercakap. Untuk itu kita membutuhkan ilmu dalam berinteraksi dengan sesama muslim. Berikut ini pertanyaan yang harus dihindari saat berjumpa dan bercakap dengan sesama muslim.
  1. Kapan menikah?
Pertanyaan ini kerap menimpa para jomblo. Ya, terkadang pertanyaan ini sengaja telontar untuk membully atau memotivasi. Bisa jadi pula tidak sengaja dan tanpa tersadar kata ini terucap. Meski kita tak tahu, masalah yang tengah dihadapi oleh para jomblo. Bisa jadi belum menikah karena masih banyak kendala. Menyekolahkan adiknya, target pencapaian yang belum di tangan, terkendala restu orang tua. Bisa pula karena salah satu pihak yang kurang cocok (kurang ridha dengan agama dan akhlaknya), atau ketakutan akan pelanggaran syariat saat proses menuju pernikahan, pelaminan hingga setelah sah menjadi pasutri jika menikah dengan yang tidak satu pemahaman. Jika diizinkan memilih, tentunya para jomblo lebih memilih menikah di usia muda dengan pasangan yang salih/ah. Namun bisa jadi Allah menguji kesabarannya untuk mendapatkan jodoh.
  1. Sudah punya berapa momongan?
Berdasarkan survey, mereka yang sudah menikah dan belum diberi amanah momongan jauh lebih galau dengan pertanyaan “Sudah berapa anakmu? Berapa usianya?” daripada saat mereka jomblo ditanya dengan pertanyaan “Kapan menikah?” Marilah kita jaga lidah untuk tidak bertanya kepada pasutri “berapa anakmu? Berapa usianya?” jika ternyata kita belum pernah menjumpainya hamil dan bersama momongannya. Mendoakannya agar segera dikaruniakan anak lebih baik daripada menanyakan perihal momongan kepadanya. Pun jika kita ingin mengetahuinya ada baiknya menanyakan ke kawan yang dekat dengannya tanpa sepengetahuannya. Namun jika kita pernah menjumpainya bersama momongannya, tentu pertanyaan tersebut tidak masalah.
  1. Sudah punya rumah atau mobil?
Dalam hidup ini terkadang orang tua, keluarga, tetangga atau kawan lainnya tak lepas menanyakan “Sudah punya rumah? Kendaraan dan lainnya?” Jika sekiranya kita belum pernah menjumpai saudara/i dan kawan kita memiliki materi tersebut, maka ada baiknya pertanyaan yang serupa kita tahan. Jika orang terdekatnya menanyakan hal yang demikian menjadikannya galau, maka jangan biarkan diri kita menambah kegalauannya.
  1. Istri kerja sebagai apa?
Mengenai pekerjaan, terkadang seorang istri minder jika menjadi ibu rumah tangga, padahal pekerjaan tersebut adalah mulia. Sebagai saudara yang baik tentunya kita akan senantiasa memilah dan memilih pertanyaan sesuai dengan keadaan saudara/i kita agar jangan sampai menjadikannya sedih dan berlinangan air mata. Allahu A’lam.
copas dari Voice of Al Islam
(riafariana/voa-islam.com)

Rabu, 10 Februari 2016

Mengenal Generasi Tabiin Cicit Rasulullah


Zainul Abidin, putra dari Husain bin Ali bin Abu Thalib.

Berikut ini beberapa kisah tentang beliau (tabi'in).
Kisah pertama
Thawus bin Kaisan pernah melihat Zainal Abidin berdiri di bawah bayang-bayang Atiq (ka'bah), menangis seperti ratapan orang penderita sakit dan berdoa terus-menerus. Setelah itu Thawus bin Kaisan mendekat dan berkata,
Thawus : Wahai cicit rasulullah, kulihat anda dalam keadaan demikian padahal memiliki tiga keutamaan
Zainul Abidin : Apa itu?
Thawus : Pertama Anda adalah keturunan rasulullah, kedua mendapat syafaat dari kakek Anda dan ketiga rahmat Allah bagi Anda.
Zainul Abidin : Wahai Thawus, garis keturunanku dari Rasulullah tidak menjamin keamananku, firman Allah " ...kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu..." (Qs al kahfi 99). Adapun tentang syafaat kakekku. Allah berfirman: "Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah. (Qs Al Anbiya:28). Sedang mengenai rahmat Allah, firman Allah: "Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-oranf yang berbuat baik. (Qs Al A'raf:56).

Kisah kedua
Riwayat dari Hasan bin Hasan. Pernah terjadi perselisihan antata aku dan putra pamanku, Zainul Abidin. Aku pernah memaki habis-habisan, dia hanya diam membisu. Malam harinya dia mengetuk pintu rumahku dan mengatakan, "Wahai saudaraku, bila yang Anda katakan tadi benar semoga Allah mengampuniku, dan jika yang Anda katakan tidak benar, semoga Allah mengampunimu. Merasa bersalah aku mengejarnya dan berkata, "Sungguh aku tak kan mengulangi kata-kata yang tidak Anda sukai."
Beliau menjawab"Saya telah memaafkan Anda".

Kisah ketiga
Kisah lain diceritakan oleh pemuda Madinah. Ketika melihat Zainul Abidin keluar dari masjid, aku mengikutinya dan memakinya membuat orang-orang marah dan mereka hendak mengeroyokku, namun Zainul Abidin berkata: "Biarkanlah orang ini". Aku gemetar ketakutan, dia menatapku dengan wajah bersahabat lalu berkata: "Engkau telah mencelaku sejauh yang engkau ketahui, padahal yang tidak engkau ketahui lebih besar lagi, adakah engkau memiliki keperluan yang dengannya aku bisa membantumu?"
Aku jadi malu, beliau memberikan aku baju dan uang seribu dirham. Sejak itu setiap berjumpa dengannya ku katakan:"Aku bersaksi bahwa engkau memang keturunan Rasulullah."
Begitu jndah perangai generasi tabi'in, cemoohan dibalas kebaikan. Bagaimana dengan kita?

Zainul Abidin (hiasan para ahli ibadah) begitulah julukan salah satu keturunan Rasulullah, cucu Ali bin Abi Thalib. Beliau Ali bin Husain pemuda Bani Hasyim yang patut diteladani ibadah dan ketaqwaannya, terhormat, luas pengetahuan dan ilmunya, mencapai puncak ibadah dan takwanya. Sampai setiap kali wudhu tampak wajahnya pucat pasi seperti orang ketakutan. Saat ditanya, beliau menjawab: "Duhai celaka, tidakkah kalian tahu, kepada siapa aku akan menghadap dan siapa yang akan aku ajak berbicara?"


Demikian tadi sahabat kisah tentang generasi tabiin keturunan manusia maksum (rasulullah). Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. (Anna Mujahidah Mumtazah dari buku inspiratif)

Bojonegoro, 11 Februari 2016

Selasa, 26 Januari 2016

Impianku tentangmu


Satu Januari 2016 Allah hadirkan bayi mungil nan cantik. Terlahir prematur menjadikannya harus protective. 16 hari di dua rumah sakit melawan sakit. Alhamdulillah Allah sehatkan dan dapat pulang ke rumah.
Annisa Salsabila, nama bayi imut itu. Kehadirannya menjadikan senyum ceria bagi keluarga. Semoga kelak menjadi hamba Allah yang taat. Menjadi generasi pejuang Islam, generasi salihah, mujahidah, mujtahidah, hafidzah, syahidah dan ilmuwan.
Semoga diri ini mampu mengantarkanmu menuju yang demikian. Meski tantemu tak sehebat mimpinya tentangmu. Semoga kelak saat engkau besar dan telah mampu membaca, kau baca tulisan ini dan ssmangatmu mengalir deras serta menjadi energi positif menuju impian.
Dengan menjadi mujtahidah layaknya sumber air yang memancarkan air untuk kehidupan. Layaknya mentari yang menyinari bumi dan planet lainnya. Dengan menjadi hafidzah semoga kelak dapat menghadiahkan mahkota untuk ibumu. Dengan menjadi syahidah semoga dapat memberi syafaat 70 orang keluarga. Dengan menjadi ilmuwan semoga ilmumu bermanfaat meski jasad sudah tiada.
#impianku tuk ponakanku
Manusia boleh bermimpi biarlah Allah yang kan mewujudkannya.
27 Januari 2016