IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Senin, 03 Januari 2011

manusia sebagai orang asing

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata : Rasulullah saw memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda : Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “, Ibnu Umar berkata : Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu “ (Riwayat Bukhori)

LIBERALISASI PERGAULAN MENGANCAM DUNIA ANAK

Anak merupakan aset negara yang sangat berharga. Selain itu anak juga merupakan amanah dari Allah yang harus dididik dengan baik agar kelak menjadi manusia yang berkepribadian unggul. Amanah ini kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Tepatnya tanggal 23 Juli diperingati sebagai hari anak nasional. Anak sebagai aset negara, maka sudah menjadi keharusan bagi orangtua, masyarakat dan negara untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang ada pada diri anak untuk menjadi insan yang unggul. Unggul dalam segala hal seperti unggul imannya, berjiwa pemimpin, memiliki pengetahuan yang luas untuk kemajuan IPTEK. Ada sebagian orang yang telah lama menikah namun tak kunjung pula dikaruniai anak. Bahkan, hampir seluruh dokter telah dikunjunginya demi mendapatkan sang buah hati. Tidak sedikit pula diantara orang tua yang memiliki anak justru mengabaikan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Anak bagaikan kertas putih bersih tanpa noda. Orangtua dan lingkunganlah yang akan menjadikan kertas tersebut menjadi kertas yang memang benar-benar putih ataukah menjadikan kertas yang bernoda.
Di era globalisasi ini, banyak tantangan yang dihadapi anak untuk menjadi pribadi yang unggul. Diantaranya, pergaulan bebas, media massa, lingkungan yang tidak menjamin massa depan, pendidikan yang serba mahal, kesehatan (kekurangan gizi), kasih sayang orang tua dan lainnya. Dari segi pergaulan misalnya, dengan didukung media massa, anak-anak dicekoki oleh tayangan yang tidak mendukung perkembangan anak menjadi manusia unggul. Pergaulan bebas marak dimana-mana. Tayangan televisi pun tidak mau ketinggalan dengan adegan-adegan mengumbar aurat wanita, pergaulan laki-laki dengan wanita tanpa batas, penggambaran pacaran sebelum nikah seolah menjadikan kewajiban bagi acara sinetron tersebut. Selain dunia sinetron, ternyata dunia nyata pun di kalangan artis tidak jauh beda dengan apa yang mereka mainkan dalam dunia sinetron. Bahkan lebih heboh lagi. Mencuatnya kasus tiga artis papan atas tentang video mesum yang menurut ahli telematika kasus tersebut benar adanya menjadikan Indonesia makin krisis moral. Video tersebut telah beredar di berbagai dikalangan masyarakat. Untuk mendapatkannya bisa melalui internet, kepingan CD dan lainnya. Dua pekan setelah beredarnya video, tercatat telah terjadi 33 kasus pemerkosaan. Korban kasus tersebut adalah anak-anak. Sedangkan pelakunya adalah remaja usia 18 tahunan. Sungguh ironis sekali.
Anak sebagai aset bangsa seharusnya dijaga dan dilindungi dari hal-hal yang mengantarkan mereka pada kehancuran. Anak memiliki akal yang belum sempurna, sehingga belum mampu memfilter mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang harus dicontoh dan mana yang tidak layak untuk dicontoh. Pada usia anak-anak memori yang pernah dilihat, didengar ataupun dirasakan, cukup kuat untuk menempel di otak, atau cukup kuat terekam. Jika saat anak-anak yang dia lihat adalah tayangan yang porno, maka dalam 10 tahun ke depan akan berefek pada perkembangannya. Bisa jadi sekarang melihat tayangan porno, 10 tahun ke depan mereka terngiang-ngiang untuk mencontoh adegan tersebut. Naudzubillah. Dengan perkembangan zaman, anak-anak dengan mudah bisa bermain internet, menonton televisi. Jika tayangan yang ada pada televisi berupa pergaulan bebas, maka dalam diri anak akan cenderung meniru adegan tersebut. Karena dalam benak mereka, jika dalam tayangan televisi seperti itu, berarti, hal itu boleh dilakukannya. Adapun tayangan yang konon katanya layak dikonsumsi bagi mereka adalah kartun. Namun kartun sendiri juga tidak menjamin akan memberikan kenyamanan bagi perkembangan karakter anak. Contohnya, ada sebuah tayangan kartun yang justru menggambarkan anak yang manja, rewel dan membuat kedua oraangtuanya menjadi bertengkar. Sudah jelas bahwa tayangan tersebut tidak layak dikonsumsi anak-anak. Dengan layanan internet, anak juga bisa dengan mudah mendownload adegan-adegan yang tak layak untuk dikonsumsi.
Sungguh malang sekali nasib anak-anak di zaman globalisasi ini. Mau pintar dengan internet, ternyata internet sendiri telah dikotori oleh situs-situs porno, ingin nonton televisi sebagai hiburan, ternyata pergaulan bebas marak disana. Bisa dikatakan maju kena mundur kena. Belum lagi kasus aborsi yang melanda negeri kita. Akibat pergaulan bebas, aborsi terjadi dimana-mana. Kasus penjualan bayi juga kian marak terjadi. Penyebabnya diantaranya kelahiran bayi tidak diinginkan oleh sang ibu karena bukan hasil pernikahan, tetapi hasil pergaulan bebas. Yang menjadi korban tidak lain adalah anak-anak. Sebagian lagi penjualan bayi disebabkan oleh ketiadaan biaya untuk persalinan. Sehingga ada pihak yang memanfaatkan moment ini yang berkedok pahlawan, tetapi nyatanya tak jauh dengan perampok. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah anak-anak.
Tabiat anak-anak yang cenderung meniru orang lain kini tidak memiliki standar yang jelas. Lingkungan tidak memberikan kontribusi yang bagus. Dengan kata lain anak-anak tidak memiliki contoh yang bisa dijadikan teladan untuk kepribadiannya. Kini satu-satunya yang bisa memberi keteladanan hanyalah orang tua. Jika orang tuanya sendiri tidak mampu memberi keteladanan, maka tunggulah kehancuran anak-anak kita. Naudzubillah.
Zaman telah berubah, kemajuan IPTEK tidak membuat manusia menjadi hamba yang bersyukur, malah menjadi manusia yang ajur. Semua ini berawal dari kapitalisme yang menjadikan uang adalah segalanya. Demi mendapat uang segala cara dilakukan. Media massa yang seharusnya bersahabat dengan anak telah berubah orientasi. Semua ingin untung materi yang sebesar-besarnya, hingga mengabaikan perkembangan kepribadian anak. Demi mendapat keuntungan yang besar, media massa rela mempertontonkan pergaulan bebas meski anak-anak menjadi korban. Untuk itu, mari kita lindungi anak-anak dari hal-hal yang mengantarkan mereka pada kehancuran dengan memperhatikan lingkungan pergaulan, menanamkan akidah yang benar, menanamkan budi pekerti yang baik, mengontrol mereka dengan segala aktivitasnya. Untuk melindungi mereka tidak cukup jika hanya dilakukan dengan sendirian, karena lingkungan juga berpengaruh besar terhadap perkembangan karakter anak. Jadi, masyarakat, bangsa dan negara juga bersama-sama berperan dalam hal ini dengan jalan hapus liberalisasi dari negara ini.

Solusi Pencegahan HIV/AIDS, Sudah Efektifkah?

Tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari Aids sedunia. Penyebabnya tidak lain adalah virus HIV (human immunodeficiency virus). Virus ini bukan hanya menyerang masyarakatdi kota besar saja, kota kecil pun bisa menjadi sasaran. Bojonegoro misalnya, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir jumlah penderita HIV/AIDS  terus mengalami peningkatan, hingga berada pada posisi yang cukup mengkhawatirkan tahun ini. Data dari RSUD Sosodoro Djatikusumo Bojonegoro menyebutkan, sejak awal tahun 2010 atau 10 bulan sejak Januari hingga Oktober sedikitnya terdapat 29 kasus HIV/AIDS yang sudah ditangani. Dimana 6 orang diantaranya meninggal dunia.
Untuk wilayah Tuban, tercatat dari tahun 2007 hingga 2010 penderita aids meningkat hingga hampir 100%. Dari 34 penderita menjadi 62 penderita, 70% diantaranya adalah wanita. Penularan melalui hubungan intim.
Data Kemenkes pada pertengahan 2010, di Indonesia mencapai 21.770 kasus AIDS positif dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun (48,1 persen) dan usia 30-39 tahun (30,9 persen). Kasus penularan HIV/AIDS terbanyak ada di kalangan heteroseksual (49,3 persen) dan IDU atau jarum suntik (40,4 persen).
 “Berdasar data yang kami himpun dari seratus remaja, 51 di antaranya sudah tak lagi perawan,” ujar Kepala BKKBN, Sugiri Syarief, ketika ditemui dalam peringatan Hari AIDS Sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Minggu (28/11).
BOBROKNYA MORAL
Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa moralitas generasi penerus patut dipertanyakan. Masa remaja yang seharusnya digunakan untuk meraih cita-cita, menuntut ilmu, hal-hal yang bermanfaat, namun berbalik arah, Masa remaja hanya untuk mendapat kesenangan sesaat. Menjadikan nafsu nomor urutan teratas. Pacaran, seks bebas, aborsi sudah menjadi makanan remaja.
Jumlah kasus yang terdata seperti dipaparkan di atas, tentunya belum mencerminkan keadaan sebenarnya, realitas di lapangan angkanya pasti jauh lebih banyak, mengingat belum semua orang dengan HIV/Aids (ODHA) terdeteksi. Di antaranya karena keengganan memeriksakan diri.
PENCEGAHAN
Nah, berkenaan dengan Hari AIDS, tahun ini mengambil tema ‘peningkatan hak dan akses pendidikan untuk semua guna menekan laju epidemi HIV di Indonesia menuju tercapainya tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Pendidikan berkualitas diyakini mampu membantu generasi muda untuk membentengi diri dari berbagai macam penyakit, termasuk HIV dan AIDS sejak usia dini. Karena itu pendidikan pencegahan HIV dan AIDS secara berkelanjutan perlu mendapatkan prioritas sebagai bagian dari upaya untuk mencapai target MDGs tahun 2015.
Pelaksanaan dari tema tersebut, mewajibkan pendidikan menengah SMP (sasaran remaja) mengajarkan kurikulum pencegahan HIV/AIDS masuk pelajaran PPKn.Yang diajarkan sebagai berikut: 1. Seks aman dengan  kondom (untuk pria & wanita),bagaimana cara memasang/menggunakan kondom, 2. Penggunaan jarum suntik steril untuk pengguna narkoba suntik untuk lebih aman lagi menggunakan narkoba oral (remaja akan diberi info dimana bisa mendapatkan jarum suntik steril & narkoba oral,tersedia di apotek & puskesmas)
Akar munculnya penyakit HIV/Aids memang terkait dengan perilaku sosial yang erat kaitannya dengan moral. Sebab jika ditelusuri, munculnya HIV/Aids terjadi karena aktivitas sosial yang menyimpang dari tuntunan agama. Jadi solusi yang ditawarkan haruslah yang mengarah pada akar masalah. Bukan malah membuat masalah.
Kondomisasi, salah satu solusi yang ditawarkan, padahal jika kita cermati, ukuran pori-pori kondom saat meregang adalah 1/60 mikron. Virus HIV mempunyai ukuran 1/250 mikron sehingga lebih kecil dari pori-pori kondom. Dengan kata lain, virus HIV bisa menembus kondom. Jelas ini bukan solusi tepat. Bahkan mendorong penyebaran virus HIV ke manusia lainnya dan mendorong terjadinya seks bebas.
Selanjutnya, legalisasi penggunaan jarum suntik pada pecandu narkoba, dengan dalih agar tidak terjadi penggunaan jarum suntik secara bersama-sama. Padahal, langkah ini justru akan melestarikan penggunaan narkoba suntik.
Jelaslah, solusi-solusi tersebut tidak memberantas faktor penyebab utama (akar masalah) atau menghilangkan media penyebarannya yaitu seks bebas, namun justru melestarikannya. Bagaikan ketika di rumah ada genting yang bocor, maka yang dilakukan adalah menandan air dengan ember. Padahal itu tidak akan membuat masalah selesai. Harusnya pemecahannya adalah dengan memperbaiki genting yang bocor tadi. Nah itu baru solusi jitu. Jangan heran jika virus HIV/AIDS ini makin merajalela. Buktinya, tiap tahun angkanya meningkat. Hal ini terjadi karena solusi yang ditawarkan kurang tepat. Sampai-sampai ada kecurigaan segelintir kalangan, bahwa HIV/Aids sengaja dipelihara sebagai upaya untuk merusak moral maupun fisik masyarakat Indonesia khususnya kaum muslim.
SOLUSI EFEKTIF
Media utama penulatan HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Bukan malah mendorong terjadinya seks bebas. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial (nizhom ijtima’i/aturan sosial).
Seperti larangan mendekati zina dan berzina, larangan khalwat (beruda-duaan laki perempuan bukan mahram, seperti pacaran), larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan bercumbu di depan umum, dll. Sementara itu, kepada pelaku seks bebas, segera jatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat umumnya. Misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, dll.
Di sisi lain, seks bebas muncul karena maraknya rangsangan syahwat. Seperti media massa (televisi, internet dll) yang menampilkan pornoaksi/pornografi. Untuk itu, segala rangsangan menuju seks bebas harus dihapuskan. Negara wajib melarang pornografi-pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Industri hiburan yang menjajakan pornografi dan pornoaksi harus ditutup. Semua harus dikenakan sanksi. Pelaku pornografi dan pornoaksi harus dihukum berat, termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Sementara itu, kepada penderita HIV/Aids dikarantina, dipisahkan dari interaksi dengan masyarakat umum. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan  keterampilan.