IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Selasa, 11 Agustus 2015

IKRAR KEJUJURAN MENUJU MASYARAKAT BERKEMAJUAN




Seperti mencari emas dalam tumpukan jerami. Sangat sulit dan sedikit. Mungkin itulah perumpamaan mencari orang jujur pada masa akhir zaman ini. Tidak sedikit  kita mendapati berita kecurangan yang terjadi saat ujian. Seakan nilai kejujuran  sirna tak bersisa. Betapa banyak kita jumpai anak didik yang mendapat bocoran jawaban ujian terlepas apakah jawaban benar ataukah salah. Di sisi lain praktik korupsi, kolusi dan nepotisme masih menjamur di masyarakat. Meski sulitnya mencari kejujuran di tengah hiruk pikuk aktivitas masyarakat, namun masih dapat dijumpai sebuah sekolah favorit yang menanamkan kejujuran kepada anak didiknya. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun saat ulangan/ujian.
Di awal tahun ajaran baru ini ada yang berbeda dari sebelumnya. Setiap hari Senin saat melaksanakan upacara bendera, sekolah dihimbau untuk membacakan ikrar kejujuran. Diantara isi ikrar tersebut adalah “Kami warga pendidikan Kabupaten Bojonegoro berikrar 1. Bertekad membangun semangat kejujuran dengan berperilaku, bersikap dan berkata-kata yang selalu kami landasi nilai-nilai kejujuran, 2. Bertekad membangun kejujuran dengan dimulai dari diri sendiri, mengajak para pihak jujur dalan segala urusan kehidupan, 3. Bertekad meraih sukses dengan kejujuran dan bertekad meninggalkan ketidakjujuran. Sekolah sebagai tempat pendidikan bagi anak, diharapkan mampu menjadi pelopor semangat kejujuran dan dari adanya ikrar ini diharapkan mampu mengantarkan anak didik menuju gerbang kesuksesan.
Kejujuran merupakan bagian dari akhlak mulia. Menurut KBBI, kata "jujur" berarti lurus hati, tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya), tidak curang. Sedangkan "kejujuran" berarti sifat (keadaan) jujur, ketulusan (hati), kelurusan (hati). Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al Ahzab ayat 70 yang Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” Mengucapkan kata yang benar adalah perintah Allah. Ketidakjujuran hanya akan mendatangkan mudarat. Saat kejujuran diabaikan, dan kecurangan mendapat angin segar, kursi jabatan diduduki oleh mereka yang tidak expert, maka yang terjadi adalah kehancuran. Sebagaimana sabda Rasul: “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang bukan ahlinya maka kehancuranlah yang akan datang.” (HR. Imam Muslim no. 59)
Jujur, sebuah akhlak mulia yang mampu mengantarkan masyarakat menjadi masyarakat yang berkemajuan. Dengan sifat jujur, seorang anak didik akan belajar sungguh-sungguh karena untuk mencapai kelulusan dengan hasil optimal ditentukan oleh kesungguhannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Anak didik tidak lagi mengandalkan bocoran jawaban, namun mengandalkan akalnya sendiri untuk menuju kelulusan.
Sebagian besar masyarakat kita adalah muslim. Islam memerintahkan umatnya untuk bersikap jujur. Bukan karena kejujuran itu sendiri akan tetapi karena landasan iman kepada Allah dan ketakwaan kepada Allah serta ketakutan yang tinggi kepada Allah. Saat bersikap jujur namun salah dalam berniat maka tiada artinya. Layaknya tanah yang menempel pada sebuah batu lalu tersiram oleh air hujan, tiada tersisa sama sekali. Allah berfirman dalam Surat Al Baqarah 264 “Orang-orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu dia bersih (tidak bertanah).”
Di samping itu, Islam membatasi tiga hal diperbolehkannya berbohong. Pertama, mendamaikan dua orang yang berselisih. Rasul berpesan Bukan seorang pendusta, orang yang berbohong untuk mendamaikan antar-sesama manusia. Dia menumbuhkan kebaikan atau mengatakan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kedua, berbohong dalam strategi berperang dengan musuh. Ketiga, Berbohong saat nyawa menjadi taruhan. Sebagaimana kisah yang terjadi masa silam. Amr bin Yasir mendapat siksaan yang sangat pedih sehingga tanpa tersadar ia terpaksa mengaku kembali menyembah berhala. Saat dia disiksa bersama keluarganya sehingga ibunya Sumayyah mati ditangan orang kafir karena mempertahankan akidah. Rasulullah SAW ketika itu belum memiliki kekuatan sehingga hanya mampu berucap “Sabarlah keluarga Yasir bagimu surga di sana” dan ketika ditanya mengenai kedudukan Ammar, beliau menyatakan bahwa Ammar tetap terpelihara akidahnya karena dia dipaksakan dan hal itu di luar keinginan hatinya.
Dalam hal bercanda, kaum muslim juga dituntut untuk menanggalkan kebohongan. Jangan pernah ada dusta meski bercanda. Abu Hurairah menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah: “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah menjawab: “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” Rasul juga berpesan,Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Kejujuran adalah kewajiban seluruh kaum muslim. Jika anak didik dituntut untuk jujur dalam segala hal, tentunya seorang muslim lainnya juga tidak boleh menanggalkan kejujuran. Dengan ikrar kejujuran semoga menjadikan generasi yang taat, generasi sukses menuju masyarakat berkemajuan. Namun lingkungan selain sekolah juga mempengaruhi sikap anak didik. Seperti lingkungan masyarakat, rumah dan lainnya. Jika di sekolah anak terdidik untuk jujur, di rumah jujur namun di lingkungan masyarakat terdapat ketidakjujuran, bisa jadi seorang anak akan mengimitasi apa yang ada di lingkungan masyarakat. Diharapkan dengan memegang erat kejujuran pada semua elemen, akan menjadikan masyarakat berkemajuan. Seorang ilmuwan yang dipilih benar-benar ilmuwan yang expert di bidangnya, seorang pejabat yang menduduki kursi jabatan/pegawai yang menangani sebuah instansi benar-benar yang expert di dalamnya. Tentunya kejujuran yang dilakukan bukan karena yang lain namun niat yang benar karena mengharapkan keridaan Allah. Selain kejujuran dalam bersikap, tentunya seorang muslim juga menyadari pentingnya kejujuran menyadari diri. Bahwa manusia adalah makhluk yang lemah, tidaklah layak untuk membuat aturan sendiri, namun senantiasa berpegang teguh kepada Al Quran dan sunah. Allahu A’lam. Sumber: Radar Bojonegoro, 9 Agustus 2015 oleh AMM

Minggu, 02 Agustus 2015

RAMADAN MOVE ON



RAMADAN MOVE ON
Ramadan, bulan dilipatgandakan pahala. Bulan mulia yang penuh ampunan. Di bulan ini iman kaum muslim benar-benar teruji. Apalagi kaum muslim yang kini tinggal di belahan bumi bagian utara yang mengalami musim panas. Bisa jadi berbuka setelah 20-22 jam menahan lapar dan dahaga serta hal lain yang mengurangi pahala berpuasa. Kita ketahui iman seseorang terkadang naik dan terkadang pula turun. Begitu juga dengan semangat terkadang on terkadang pula off. Adakalanya menanjak naik, adakalanya pula turun.  Move On, sering kita mendengar kata ini. Namun apa artinya yang sebenarnya? Dalam sebuah buku On karya trainer nasional Jamil Azzaini “Move On” artinya bergerak, berpindah dari sebuah situasi ke situasi lainnya. Perpindahan ke arah yang lebih tinggi, berkelas, bermartabat, alias lebih baik.
Dalam bergerak tidak boleh melupakan tujuan dari penciptaan manusia. Adapun tujuan penciptaan manusia sebagaimana firman Allah dalam surat Ad Dzariyat 56 "dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembahku". Bergerak, tentunya memiliki tujuan yang jelas, bukan hanya kesana kemari tanpa makna. Ramadan, moment yang tepat untuk bergerak (Move On) menuju ke arah yang lebih baik dan semakin baik. Moment tepat menuju taat. Jika di bulan biasanya terasa berat untuk menahan lapar dan haus kini ramadan kita paksakan  mampu menahannya hingga bedug tiba (terbenamnya matahari). Jika selain bulan ramadan terasa berat meninggalkan ghibah, kini ramadan ghibah itu tak lagi ada. Jika selain ramadan terasa berat dan sejuta alasan untuk menutup aurat, kini ramadan siap sedia kenakan pakaian syar’i. Jika selain ramadan kita masih memilah dan memilih aturan Islam, kini saatnya sami’na waatha’na. Cukuplah menjadi pengingat diri Firman Allah dalam Surat Al Baqarah 183, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Diharapkan goal dari ramadan (puasa) ini adalah ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Mereka yang sukses adalah mereka yang mempunyai visi dan selalu berkomitmen pada visi, tidak sedikit mereka ditertawakan oleh kawan, lawan dan lingkungan mereka, namun mereka tetap pada visinya. Karena baginya hidup sekali akan rugi berkali-kali jika kehidupan ini hanya sekedar mengalir layaknya air. Jika seorang EO akan mengadakan sebuah acara sehari sampai tiga hari, demi kesuksesan acara maka dibuatlah proposal. Lalu, bagaimana dengan ramadan ini, sudahkah kita membuat proposal spesial untuk ramadan? Teringat sebuah pesan dari inspirator “Gagal merencanakan sama halnya dengan merencanakan kegagalan”. Sungguh disayangkan jika ramadan yang memiliki peluang besar untuk gapai rida Allah dengan balasan surga-Nya tersiakan oleh aktivitas yang melenakan. Agar ramadan benar-benar hidup tentunya sebagai seorang muslim yang mendambakan keridaan Allah bersiap dan tidak enggan untuk menyusun target pencapaian di ramadan ini. Setelah target pencapaian itu disusun, tak elok jika hanya dibiarkan saja tanpa action. Karena planing saja tidaklah cukup, namun butuh action. Selain itu jika target itu tak mampu kita lakukan sendiri dan butuh orang lain maka saatnya melakukan collaburation (kerja sama) dengan pihak yang berkompeten di bidangnya. Saatnya bersiap melaksakan visi dan semoga Allah mewujudkan visi kita serta ramadan berbuah takwa. Aamiin. Allahu A’lam. Dimuat di Radar Bojonegoro, Ramadan 1436 H/ 2015

RAMADAN MEMBANGUN HABITS MENUJU TAAT



RAMADAN MEMBANGUN HABITS MENUJU TAAT
Ramadan di penghujung. Dalam hitungan jari ia tak lagi membersamai kita. Semakin hari semakin menjauh. Jika masih diberikan kesempatan, satu tahun yang akan datang barulah ia datang kembali. Kehadirannya selalu dinantikan kebanyakan orang beriman. Betapa tidak, bulan mulia itu pahala dilipatgandakan. Amalan sunah berpahala amalan wajib.
Bulan ramadan, dalam satu bulan kita terdidik untuk ketaatan yang spesial. Mulai pagi sebelum subuh disunahkan untuk makan sahur. Setelah sang mentari terbit, mengimsakkan diri hingga matahari kembali terbenam. Di siangnya menahan haus, lapar, syahwat, nafsu dan hal yang membatalkan serta mengurangi pahala puasa.
Di bulan ini pula setan-setan dibelenggu, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Di dalamnya Allah hadiahkan malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan yakni lailatul qadar. Bulan ramadan adalah salah satu waktu dikabulkannya doa. Bagi yang berpuasa akan mendapatkan pahala dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Selainn itu juga memperoleh dua kebahagiaan yakni saat berbuka dan saat perjumpaan dengan Rabb-Nya. Bau mulut orang yang bepuasa lebih harum di hadapan Allah dari pada bau misik/kasturi dan orang yang berpuasa akan mendapatkan pengampunan dosa. Itulah istimewanya bulan ramadan.
Bulan ramadan, bulan membentuk habits (pembiasaan). Kaum mukmin dipaksakan berpuasa, dilengkapi dengan amalan sunah seperti tarawih, menyegerakan berbuka, memperbanyak sedekah, dan lainnya. Hal yang diwajibkan (puasa, menutup aurat, menjaga lisan agar tidak ghibah dan lainnya) yang semulanya dirasa berat, menjadi ringan. Hal ini karena diri sudah terbiasa. Seperti halnya mengendarai motor 50 km, pada awalnya terasa jauh dan melelahkan, namun saat hal ini dilakukan berulang, maka 50 km adalah angka yang sangat dekat.
Mengutip sebuah karya seorang inspirator muda yang juga muallaf Felix Siaw, “Sebagian ilmuwan dan peneliti berpendapat bahwa manusia memerlukan waktu 21 hari untuk melatih satu habits baru, sebagian lagi berpendapat 28-30 hari, bahkan ada yang berpendapat 40 hari.” Ramadan (29 atau 30) hari adalah waktu yang cukup untuk membangun habits baru. Jika sebelumnya menutup aurat itu berat, ramadan mulai menutup aurat, maka setelah ramadan sangat efektif untuk melanjutkan ketaatan. Sebagaimana ketika kita masih kecil, kita belajar membaca Al Fatihah setiap hari saat ikut salat jamaah, tanpa sadar kita pun hafal dengan tanpa kita sadari. Itulah kekuatan sebuah habits.
Saat ketaatan itu terasa sulit bagi kita, maka langkah pertama adalah kita paksakan diri kita untuk taat, hari kedua, ketiga dan seterusnya, maka setelah 30 hari atau lebih hal tersebut akan terotomatisasi. Jangan pernah terbesit untuk putus dari aktivitas taat tersebut, sebab jika terputus bisa jadi sulit untuk bangkit kembali.
Jika di hari biasanya pukul 09.00 kita lapar yang sangat, namun saat ramadan tiba kita dipaksakan menahannya hingga sang mentari terbenam. Belajar dari anak kecil, di saat balita belajar berpuasa bedug (puasa sampai adzan dhuhur), semakin bertambah usia, berbuka pada jam 13.00, lalu 14.00 dan seterusnya. Hingga suatu saat, mampu menjalankan puasa hingga sempurna.
Untuk membangun habits dibutuhkan pengulangan yang terus menerus. Berat di awal namun ringan di kemudian. Jika menjalankan islam secara menyeluruh dan sebenar-benarnya sulit, namun kita memaksakan diri kita, maka setelah terjadinya repetition (pengulangan) yang terus menerus, maka hal tersebut akan terotomatisasi dalam diri kita. Semoga ramadan kita berbuah takwa. Semoga habits untuk taat senantiasa menyelimuti diri kita. Aamiin. Alllahu A’lam. Di muat di Radar Bojonegoro, Ramadan 1436 H/ 2015

Senin, 08 Juni 2015

RAMADAN STOP MAKSIAT TANPA NANTI DAN TAAT TANPA TAPI



RAMADAN STOP MAKSIAT TANPA  NANTI DAN TAAT TANPA TAPI
Ramadan bulan mulia, penuh ampunan, bulan ujian kesabaran. Betapa tidak, kaum muslim menahan haus, lapar, hawa, nafsu dari fajar hingga terbenamnya matahari. Siangnya berpuasa, malamnya salat tarawih, tadarus dan ibadah lainnya. Hanya orang beriman yang Allah wajibkan untuk berpuasa sebagaimana firman Allah SWT dalam  surat Al Baqarah 183, “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Dalam ayat ini buah dari puasa adalah takwa kita kepada Allah SWT.
Di bulan ini kita jumpai manusia terlihat lebih taat dibandingkan hari-hari di bulan lainnya. Jika di bulan selain ramadan banyak kaum wanita membuka aurat, kini mendadak taubat menutup aurat (meski terkadang lekuk tubuh masih ditampakkan). Begitu juga dengan  kebiasaan ibu-ibu yang ngerumpi (ghibah), di bulan ramadan tak lagi ada ghibah. Para artis dan muslimah lainnya yang biasanya gemar umbar aurat kini mendadak tutup aurat, meski kebiasaan yang lalu taubat cabe (taubat sementara). Ramadan taat, selesai ramadan kembali maksiat. Naudzubillah.
Mengutip sebuah buku habits karya ustad Felix Siaw (seorang inspirator yang juga muallaf) bahwasanya untuk menjadikan sesuatu itu bisa dilakukan butuh kebiasaan. Jika di bulan ramadan kaum muslim terbiasa taat maka seharusnya di bulan lainnya pun dapat menjadi hamba Allah yang taat. Awalnya menutup aurat itu berat namun setelah menjadi kebiasaan beratnya tidak lagi dalam melaksanakan, namun berat untuk melanggarnya. Saat terbiasa menutup aurat justru saat aurat tanpa sadar terbuka, maka serasa hati berat, resah dan gudah gulana. Untuk terbiasa taat, maka moment ramadan adalah saat yang tepat biasakan diri taat dan stop maksiat.
Namanya juga taat, ujian pun semakin hebat. Bukankah Allah berfirman dalam Al Quran  “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut 2-3)
Banyak kita jumpai kaum muslim yang mengatakan saya ingin taubat dan berhenti maksiat tapi kok belum siap. Saya ingin menjadi muslim yang taat tapi nanti setelah mendapat hidayah dan segudang alasan lainnya. Jika bermaksiat saja kita tanpa tapi dan tanpa nanti namun mengapa giliran untuk taat selalu ada kata nanti dan tapi?
Nah, ramadan ini jadikan moment perubahan besar pada diri untuk taat kepada Allah. Pun jika orang lain mengejek, woles saja, anggap saja angin lalu. Sebab surga didapat bukan karena jika kita menurutinya, namun menuruti aturan Allah. Jika pun kita di puji harus waspada, ingat kita melakukan semua bukan untuk pujian manusia, namun karena berharap ridha Allah itu ada untuk kita. Saat kita berazam untuk taat tanpa tapi dan taat tanpa nanti pasti selalu dan selalu ada jalan. Bukankah Allah berfirman: “Hai orangorang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Q.S Muhammad :7).  Yakin saja bahwa pertolongan Allah itu sangatlah dekat, kapanpun dan dimanapun.
Tidak ada ketaatan tanpa ujian. Agar ketaatan itu selalu menancap pada diri kita langkah selanjutnya adalah memupuk akal dan hati dengan ilmu. Ilmu tentang Islam, di sana iman kita akan senantiasa dikuatkan. Tidak lupa berkumpul dengan para ulama, orang shalih. Sehingga saat kita berusaha melenceng dari rel tentu mereka mengingatkan kita untuk menuju jalan kebenaran Islam.
AMM di muat di Radar Bojonegoro