IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Rabu, 11 Desember 2013

IRONI PELAYANAN KESEHATAN



IRONI PELAYANAN KESEHATAN
Kesehatan merupakan hal yang utama (terpenting) dalam hidup. Tiada manusia yang mendambakan sakit. Namun di balik sakit, Allah hendak menggugurkan dosa-dosa kaum muslim. Tiap-tiap manusia dalam setahun tentunya pernah mengalami sakit, baik panas, maupun sakit berat lainnya. Adapun permasalahan kesehatan di negeri ini diantaranya:
1.    Mahalnya biaya operasional
Berbicara tentang kesehatan seakan berbicara dengan sesuatu yang mahal. Betapa tidak, besarnya kantong yang keluar sebanding dengan pelayanan kesehatan yang kita dapatkan. Kesehatan yang menjadi tanggung jawab negara seakan beralih ke tangan masing-masing individu. Akibatnya orang miskin kesulitan mendapatkan pelayanan yang optimal. Meski pemerintah memberikan dana bantuan kesehatan, namun terdapat beberapa kendala diantaranya pelayanan yang kurang memuaskan, banyaknya pasien yang membutuhkan dana pelayanan kesehatan jauh lebih banyak dari pada dana yang tersedia. Dengan minimnya pelayanan kesehatan dengan harga terjangkau menjadikan pasien fokus ke dokter spesialis, meski tak ada kata gratis, yang ada berbayar sekian ratus ribu. Rumah sakit yang seharusnya lebih mementingkan keselamatan nyawa pasien, kini menjadi lebih mementingkan keselamatan administrasi rumah sakit. Tidak bisa dipungkiri, rumah sakit juga membutuhkan materi (uang) untuk menjalankan operasional sehari-hari. Mengingat peralatan, obat-obatan juga didapatkan dengan harga yang tidaklah murah. Jika kita jujur, masyarakat cenderung memilih pelayanan yang terbaik meski harus merogoh kantong dalam-dalam. Untuk masyarakat kalangan menengah ke atas lebih memilih berobat ke rumah sakit swasta yang terkenal dengan kebersihan, pelayan terbaik dari pada  rumah sakit milik pemerintah yang terkesan murah namun pelayanan jauh dari sempurna. Sebagai contoh dari segi kebersihan, kebanyakan rumah sakit milik pemerintah kurang terjaga, lantai yang jauh dari basuhan kain pel, dan setiap kamar memuat pasien lebih dari muatan standart (overload). Selain itu  keramahan dokter, perawat dan lainnya juga menjadi tanda tanya besar. Aroma rumah sakit identik adanya obat-obatan.
2.    Pelayanan kesehatan dokter dan pratisi kesehatan jauh dari sempurna
Selain rumah sakit, dari segi pelayanan oleh dokter juga menjadi hal yang memprihatinkan. Di zaman sekarang ini yang segala sesuatu dinilai dengan materi (uang). Terdapat beberapa dokter di Indonesia, seakan berprinsip “waktu adalah uang”. Detik bernilai uang, begitu juga dengan menit, jam dan hari. Sangat jarang ditemui dokter dengan pelayanan yang benar-benar open terhadap pasien. Jam konsultasi seakan mengikuti spidometer taksi. Semakin lama waktu konsultasi maka biaya makin besar biaya yang harus dikeluarkan. Tak lagi memandang dari keluarga mampu atau miskin ataukah menengah, semua harus membayar dengan rupiah yang sama. Memang tidak semua dokter bersikap demikian, ada pula dokter yang dengan ikhlas menangani pasien cukup berbalas “terimakasih”. Pemberian informasi yang kurang lengkap, diagnosis yang terkadang kurang tepat.Terdapat pula pasien yang mengadukan sikap dokter yang tidak ramah.
3.    Idealisme dokter tereduksi
Beberapa waktu lalu kita dihebohkan berita adanya aksi demo para dokter. Sungguh di luar prasangka ternyata idealisme seorang dokter juga berpeluang tergerus. Tiada salah para dokter membela dokter Ayu dkk yang telah divonis oleh Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman 10 bulan penjara karena kealpaan dr Ayu dkk yang mengakibatkan kematian pasien Siska Makatey. Namun perlu diperhatikan pula jika semua dokter mogok dalam bertugas untuk melakukan aksi damai pembelaan terhadap dokter Ayu dkk, maka pasien menjadi telantar, dan solusi ini sangatlah merugikan pasien. Dari fakta 26 November 2013 seakan bisa dikatakan idealisme para dokter  mengalami reduksi.

4.    Ketersediaan peralatan yang kurang memadai
Pernah pula dijumpai adanya pasien yang cukup lambat dalam hal penanganan baik disebabkan oleh terbatasnya peralatan maupun kurang sigapnya dokter dalam penanganan (keterbatasan persediaan dokter). Tidak semua rumah sakit menyediakan peralatan lengkap, sehingga pasien harus dibawa kesana kemari, dirujuk dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya.
5.    Kemampuan akademik yang terbatas
Ditinjau dari ketenagaan dokter, jika kita boleh jujur di zaman sekarang ini kemampuan akademik profesi dokter juga menjadi tanda tanya besar, meski tidak semuanya. Beberapa Universitas berani menerima mahasiswa dengan keterbatasan kemampuan akademik melalui jalur khusus. Alhasil saat terjun di lapangan dapat dijumpai mallpraktik yang tidak lain pasien menjadi korbannya. Sungguh ironis.
FAKTA DI LAPANGAN

Berdasarakan pengalaman dari penulis, saat ayah sedang sakit di rawat di rumah sakit sebanyak dua kali. Masing-masing rumah sakit swasta namun kedua rumah sakit yang berbeda. Pelayanan rumah sakit A sangatlah bagus. Mulai dari dokter, perawat keduanya ramah. Saat membutuhkan bantuan (terdapat keluhan pasien) perawat dengan sigap datang menemui pasien dengan keramahannya. Sesekali juga tim spiritual berkunjung ke pasien untuk memberikan sedikit materi pencerahan dengan harapan pasien menerima sakit dengan penuh keikhlasan. Dialog antara pasien dengan tim spiritual pun mengalir indah, menjadikan pasien lebih bersabar dan menerima keadaan (sakit) dengan penuh lapang dada. Tampak dari senyum pasien tatkala pertemuan itu. Selain itu dari sisi bangunan yang tampak bersahabat dikelilingi tanaman indah, lantai yang sering mendapat basuhan kain pel menjadikan pasien dan keluarga seakan refreshing (mengurangi kepenatan).
Pelayanan rumah sakit B terkesan kurang ramah, perawat kurang sigap dalam menangani pasien. Betapa tidak, di saat pasien menjalani tranfusi darah, sesekali terdapat darah yang macet menuju tubuh pasien sehingga mengharuskan pasien dan keluarga membutuhkan bantuan perawat. Sekali perawat dimintai tolong, terjawab dari lisannya “sebentar ya”, menunggu waktu beberapa menit, pasien mengeluh hingga keluarga pasien menemui perawat kembali untuk meminta penanganan, jawaban pasien tetap sama, “sebentar ya”. Hingga kali ketiga perawat didatangi masih jawaban yang sama, “sebentar ya, saya ndak lupa” dengan nada yang meninggi. Bagai kejatuhan batu. Sakit banget, pasien dan keluarga datang ke rumah sakit dengan harapan mendapat kesehatan, namun yang didapat adalah pelayanan yang kurang memuaskan.
Selain fakta yang tersebut di atas, sering pula dijumpai puskesmas dengan jam kerja terbatas, beroperasi hari Senin hingga Sabtu. Terkadang pasien yang sakit di hari minggu tak lagi mendapat pelayanan puskesmas terdekat.  Mengenai ketersediaan bidan di desa, pelayanan juga menjadi permasalahan. Terbatasnya tenaga kerja menjadikan pelayanan kurang memuaskan. Jika dahulu para ibu hamil hendak melahirkan cukup tertangani oleh bidan terdekat. Dengan sabar, ibu bidan menunggu dan melayani pasien hingga bayi lahir dengan selamat. Berbeda dengan zaman sekarang, seakan bidan kurang bersabar dalam menangani pasien, sehingga apabila dalam waktu sekian jam bayi belum kunjung lahir, sang bidan merekomendasikan agar pasien dirujuk ke rumah sakit. Dengan biaya rumah sakit yang tak sedikit.
    Indonesia merupakan negeri mayoritas kaum muslim, namun dari segi obat-obatan hanya beberapa yang mendapat sertifikat halal oleh MUI dengan alasan masih terdapat babi dalam pengolahan, seperti babi sebagai katalisator dn lainnya. Hal ini mengusik hati kaum muslim, mengingat babi haram dalam pandangan Islam. Vaksin sebagai imunitas dalam tubuh manusia, disinyalir memanfaatkan hewan babi. Sehingga mengharuskan beberapa masyarakat yang menolak untuk di imunisasi bagi putra-putrinya. Umat Islam sangat berharap agar obat-obatan, vaksin, peralatan kesehatan dan lainnya benar-benar yang halal dan baik.
Penulis:
LIYA YULIANA ( Bojonegoro)
email: akhwat.psyariah@gmail.com
FB: Anna Mujahidah Mumtazah

Selasa, 10 Desember 2013

Pelajaran Dari Sepasang Sepatu



Seorang Syekh yang alim lagi berjalan-jalan santai bersama salah seorang di antara murid-muridnya di sebuah taman.

Di tengah-tengah asyik berjalan sambil bercerita, keduanya melihat sepasang sepatu yang sudah usang lagi lusuh. Mereka berdua yakin kalau itu adalah sepatu milik pekerja kebun yang bertugas di sana, yang sebentar lagi akan segera menyelesaikan pekerjaannya.

Sang murid melihat kepada syekhnya sambil berujar: “Bagaimana kalau kita candai tukang kebun ini dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita bersembunyi di belakang pohon-pohon? Nanti ketika dia datang untuk memakai sepatunya kembali, ia akan kehilangannya. Kita lihat bagaimana dia kaget dan cemas!”

Syekh yang alim dan bijak itu menjawab: “Ananda, tidak pantas kita menghibur diri dengan mengorbankan orang miskin. Kamu kan seorang yang kaya, dan kamu bisa saja menambah kebahagiaan untuk dirimu. Sekarang kamu coba memasukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam sepatunya, kemudian kamu saksikan bagaimana respon dari tukang kebun miskin itu”.

Sang murid sangat takjub dengan usulan gurunya. Dia langsung saja berjalan dan memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sepatu tukang kebun itu. Setelah itu ia bersembunyi di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa yang akan terjadi dengan tukang kebun.

Tidak beberapa lama datanglah pekerja miskin itu sambil mengibas-ngibaskan kotoran dari pakaiannya. Dia berjalan menuju tempat sepatunya ia tinggalkan sebelum bekerja. Ketika ia mulai memasukkan kakinya ke dalam sepatu, ia menjadi terperanjat, karena ada sesuatu di dalamnya. Saat ia keluarkan ternyata…....uang.

Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi uang.

Dia memandangi uang itu berulang-ulang, seolah-olah ia tidak percaya dengan penglihatannya.

Setelah ia memutar pandangannya ke segala penjuru ia tidak melihat seorangpun.

Selanjutnya ia memasukkan uang itu ke dalam sakunya, lalu ia berlutut sambil melihat ke langit dan menangis. Dia berteriak dengan suara tinggi, seolah-olah ia bicara kepada Allah:

“Aku bersyukur kepada-Mu wahai Tuhan. Wahai Yang Maha Tahu bahwa istriku lagi sakit dan anak-anakku lagi kelaparan. Mereka belum mendapatkan makanan hari ini. Engkau telah menyelamatkanku, anak-anak dan istriku dari celaka”.

Dia terus menangis dalam waktu cukup lama sambil memandangi langit sebagai ungkapan rasa syukurnya atas karunia dari Allah Yang Maha Pemurah.

Sang murid sangat terharu dengan pemandangan yang ia lihat di balik persembunyiannya. Air matanya meleleh tanpa dapat ia bendung.

Ketika itu Syekh yang bijak tersebut memasukkan pelajaran kepada muridnya:

“Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang lebih dari pada kamu melakukan usulan pertama dengan menyembunyikan sepatu tukang kebun miskin itu?”

Sang murid menjawab:

“Aku sudah mendapatkan pelajaran yang tidak akan mungkin aku lupakan seumur hidupku. Sekarang aku baru paham makna kalimat yang dulu belum aku pahami sepanjang hidupku: “Ketika kamu member kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang lebih banyak dari pada kamu mengambil”.

Sang guru melanjutkan pelajarannya.

Dan sekarang ketahuilah bahwa pemberian itu bermacam-macam:

- Memaafkan kesalahan orang di saat mampu melakukan balas dendam adalah suatu pemberian.
- Mendo’akan temanmu di belakangnya itu adalah suatu pemberian.
- Berusaha berbaik sangka dan menghilangkan prasangka buruk darinya juga suatu pemberian.
- Menahan diri dari membicarakan aib saudaramu di balik belakangnya adalah pemberian lagi.

Ini semua adalah pemberian, supaya kesempatan memberi tidak dimonopoli oleh orang-orang kaya saja.

Jadikanlah semua ini pelajaran, wahai ananda! 
ket: copas

Jumat, 06 Desember 2013

JANGAN MENCELA

JANGAN MENCELA...

Sebagian orang mengira bahwa bila dia mencela orang lain karena kesalahannya yang kadang kesalahan itu kecil, atau bahkan perlu “kaca pembesar” untuk melihatnya... dia mengira telah menjadi dekat dengan orang tersebut... atau dia telah memperbaiki kepribadian orang tersebut.

Padahal sebenarnya, bukanlah suatu kecerdasan dan keahlian bila kita berhasil mencela orang lain... justru kecerdasan yang sebenarnya adalah disaat kita mampu menghindarkan celaan tersebut... berusaha memperbaiki orang lain tanpa melukai... dan memperbaikinya tanpa harus tersinggung... atau bahkan kadang perlu bersikap pura-pura buta... terutama tentang hal-hal yang rendahan dan hak-hak privasi.

“Bukanlah orang bodoh yang akan menjadi pemimpin kaum
Tetapi pemimpin kaum adalah orang yang pura-pura bodoh”.

Hal ini karena orang yang dicela merasa celaan itu sebuah anak panah yang tajam yang diarahkan kepadanya... karena dia merasa telah dibulli... ini pertama...
Kedua karena nasehat mesti dijauhkan dari hadapan publik dan orang ramai.

“Silakan sengaja menasehatiku dalam kesendirian
Tapi, jauhi nasehat di depan orang ramai.
Karena sesungguhnya nasehat di depan orang ramai
Adalah salah satu bentuk penghinaan yang aku tak terima”.

Bahkan bila seandainya sebuah kesalahan telah menyebar... dan terpaksa harus diberikan nasehat umum dan di depan publik... maka gunakanlah kaedah: “Kenapa orang-orang melakukan ini dan itu.... “ seperti cara Rasulullah menegur tanpa menyebut namanya...

Begitulah... celaan bagaikan sebuah cemeti yang dicambukkan ke punggung orang yang dicela... sangat menyakitkan...

Sebagian orang membuat orang lain menjadi lari karena mencelanya... atau ada orang yang mencela dan memaki sesuatu yang sudah terjadi dan tidak bisa di tarik ulang kembali. Artinya, celaan itu tidak akan merubah situasi sama sekali, tidak menambah atau menguranginya.

Pernah terjadi di suatu kota... seorang lelaki yang “kurang mampu” bekerja sebagai sopir truk. Bepergian jauh dengan truknya meninggalkan istri dan anak-anaknya. Hari itu dia sangat letih, tetapi dia tetap terus mengemudi truk tersebut. Jalanan yang panjang dan relatif lurus membuat kantuknya semakin berat. Dia berusaha terus melawan kantuknya, tapi tak mampu. Dan akhirnya ia tertidur sekejap, tapi truknya melaju tanpa kendali dan menabrak sebuah sedan kecil yang berisi 3 penumpang... braaak!!! benturan keras kedua mobil tersebut membangunkan sang sopir dari kantuknya.

Truk segera dihentikannya... sedan kecil terguling-guling dan remuk kena hantaman truk yang melaju kencang tersebut. Sopir truk turun melompat dan berlari menuju sedan yang remuk itu. Namun apa daya, ketiga penumpang sedan tewas bersimbah darah...

Orang-orang ramai berdatangan... menolong para korban... dan memanggil ambulan. Sang sopir terduduk di tanah menunggu datangnya ambulan. Dia termenung.. kedua tangannya menutup muka dan meremas rambutnya... dia memikirkan apa yang akan menimpa dirinya setelah tabrakan ini... penjara dan membayar diyat tiga nyawa... terbayang istri... anak-anaknya yang menunggu sesuap nasi setiap hari... miskiiin.... masalah besar bagaikan sebuah gunung telah menghimpit kepalanya...

Orang-orang disekitarnya menghampirinya... mencelanya... memarahinya... bahkan ada yang memakinya. Apakah sekarang saatnya memaki? Tidak mungkinkah ditunda sebentar?

Salah seorang berkata: “Kenapa anda kencang sekali tadi? Inilah akibatnya...”
Yang satu lagi berkata: “Kamu pasti tadi mengantuk.. tapi kenapa tidak berhenti untuk istirahat dan tidur sejenak..?”. Sopir tersebut mengangguk-anggukan kepalanya. Namun dia semakin tertunduk. Perasaan bersalahnya semakin memuncak...
Ada pula yang emosi: “Anda tidak layak mendapatkan SIM?.. sangat fatal telah menghilangkan nyawa orang...”

Semua berkomentar dengan nada tajam dan suara meninggi... sopir itu semakin kalut dan terduduk lesu penuh penyesalan... kedua tangannya meremas rambut dan wajahnya... tiba-tiba dia jatuh... tumbang terkapar ke tanah... dan mati seketika...

Mereka telah membunuhnya dengan makian dan celaan. Kalau bersabar sesaat mungkin situasi akan lebih baik... Cobalah seandainya kita yang berada dalam posisi dan situasi sopir tadi, mungkin kita akan melakukan kesalahan yang lebih besar...

Rasulullah saw sebagai teladan kita dalam kehidupan, sangat menjaga hal-hal yang seperti ini. Perhatikan kejadian ini...

Rasulullah saw besama sahabat pulang dari perang khaibar... mereka berjalan sangat jauh... sehingga mereka sangat letih... ketika malam telah tiba, mereka berhenti disebuah tempat untuk istirahat dan tidur. Maka Rasulullah saw bertanya: “Siapa yang bersedia berjaga malam ini agar membangunkan kita pada waktu shubuh?”.
Dengan bersemangat Bilal menjawab: “Saya yaa Rasulallah... saya bangunkan Anda nanti”.

Maka Rasulullah saw dan para sahabat berbaring... semuanya tertidur lelap saking letihnya...
Bilal berjaga dan kemudian shalat malam sampai letih sekali... Dia duduk bersandar ke perut ontanya... dan diapun tertidur lelap sampai lewat waktu shubuh. Semua tidur dengan nyenyak dan tidak terbangun kecuali setelah cahaya matahari menimpa wajah mereka.

Rasulullah terbangun dan begitu juga para sahabat. Mereka kalang-kabut melihat matahari yang mulai tinggi. Semua menatap tajam ke arah Bilal. Rasulullah pun menoleh kepada Bilal dan berkata: “Apa yang engkau perbuat kepada kami, wahai Bilal?”.

Bilal menjawab dengan ringkas... tapi sangat menjelaskan kejadian yang sebenarnya... Dia berkata: “Wahai Rasulullah... Jiwaku telah tertimpa apa telah menimpa jiwa Anda...”
Artinya saya juga manusia... saya sudah berusaha melawan kantuk... tapi gak berhasil juga. Saya dikalahkan kantuk sebagaimana juga kalian dikalahkannya...

Rasulullah saw pun berkata: “Engkau benar...”, lalu Beliau diam. Karena tidak ada gunanya mencela atau memaki.

Ketika Rasulullah melihat para sahabat agak ribut dan gelisah, Beliau intruksikan para sahabat: “Ayo semua jalan...!!”. Maka mereka semua berjalan. Tidak beberapa jauh jaraknya, mereka berhenti... lalu berwudhu’ dan Rasulullah shalat mengimami mereka. Setelah salam, Rasulullah menghadap ke arah mereka dan berkata: “Apabila kalian lupa shalat... maka shalatlah ketika kalian teringat...!”.

Betapa bijak dan arifnya Rasulullah menyikapi situasi tersebut. Dialah guru bagi seluruh pemimpin (sebelum rakyat). Pemimpin saat ini hampir tidak ada yang menghindari makian dan celaan bagi bawahannya yang bersalah. Sementara, Rasulullah saw yang mulia memposisikan dirinya diposisi bawahannya... berfikir dengan akal fikiran mereka... berinteraksi dengan hati sebelum dengan jasad... menyadari betul bahwa mereka adalah manusia bukan mesin... juga bukan malaikat...

Itulah sikap seseorang yang berada di atas kepada orang yang berada di bawahnya, apatah lagi kalau kita sejajar... sama-sama posisi... teman sejawat… sesama da’i dan pejuang di jalan Allah, tentu akan lebih wajib lagi untuk menjaga lidah dan sikap. Terlebih lagi kalau kita yang di bawah kepada orang yang di atas... kepada yang lebih tua, atau lebih senior, atau bahkan kepada para ulama... menjadi wajib “kuadrat” untuk bersikap santun dan berkata sopan…

Wallahu A’laa wa A’lam bishshawab.
(Dari tulisan Syekh DR Muhammad Abdurrahman Al ‘Uraifi – استمتع بحياتك

Minggu, 01 Desember 2013

Stop AIDS dengan Islam


Minggu, 01 Desember 2013 11:00:59 Stop AIDS dengan Islam
Oleh: Liya Yuliana

blokBojongoro.com - AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan penyakit yang mengakibatkan penderita kehilangan kekebalan tubuh akibat terkena virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Kamis (28/11/2013), penderita AIDS di Indonesia tahun 2013 sampai Juni mencapai 780 orang. Sebanyak 105 di antaranya meninggal dunia.

Mereka yang positif menderita HIV, menurut KPAN, jumlah terbesar adalah dari mereka yang melakukan hubungan seksual (heteroseksual) yang berisiko sebesar 45,6%, penggunaan jarum suntik tak steril pada pemakai obat-obatan jarum suntik sebesar (10,6%) dan hubungan seks lelaki dengan lelaki sebesar 10,3%.

Tepatnya tanggal 1 Desember 2013 diperingati sebagai hari AIDS, KPAN kembali menekankan melakukan pencegahan terhadap HIV, khususnya dari perilaku seksual dengan menghindari kegiatan seksual yang berisiko atau setidaknya menggunakan pengaman atau kondom setiap akan berhubungan seksual. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama DKT Indonesia dan Kementerian Kesehatan bakal menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN) pada 1 Desember hingga 7 Desember.

Disebutkan, akan ada pembagian kondom secara gratis pada acara tersebut. PKN yang mengusung tema “Protect Youself, Protect Your Partner” yang sebenarnya merupakan wujud kepedulian terhadap HIV dan AIDS. Melalui PKN ini produsen kondom DKT sekaligus juga ingin merayakan sebuah prestasi atas pencapaian angka pemasaran sosial sebanyak 150 juta kondom.

Diharapkan dengan pemakaian kondom ini akan mampu mengurangi risiko terjangkitnya HIV/AIDS. Apabila kita telusuri proses penularan HIV/AIDS di antaranya adalah melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar HIV, melalui hubungan seks, ibu hamil, melalui air susu seorang ibu kepada bayi. Pembagian kondom ini bermaksud untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS melalui hubungan seks.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ukuran pori-pori kondom adalah 1/60 mikron, saat dipakai ukuran pori-pori membesar mencapai 1/6 mikron. Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron. Dilihat dari segi ukuran tentunya virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom. Jika bebas masuk, mungkinkah kondom mampu mencegah tertularnya HIV/AIDS? Lalu bagaimana cara tepat untuk mencegah HIV/AIDS? Islam adalah agama yang benar, rahmat bagi seluruh alam.

Dalam Islam hanya membenarkan hubungan seks dengan suami/isteri yang sah. Inilah perilaku seks yang aman. Perilaku seks yang aman adalah menjauhi seks bebas. Safe sex is no free sex. Seandainya masyarakat hidup dalam tatanan sosial yang benar, pria dan wanita tidak bercampur dan tidak bergaul bebas, saling menghormati, free-sex dianggap sebagai penyakit sosial, maka penyakit menular seksual juga tidak akan mewabah.
Namun bila tatanan sosial sudah rusak, dimana pria dan wanita dibiarkan bergaul bebas tanpa batas, perzinahan dianggap perkara lumrah, maka berbagai bencana penyakit akan melanda. Nabi saw. bersabda:

«…لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِى قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِى لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِى أَسْلاَفِهِمُ…» “…

"Tidaklah tampak perzinaan pada suatu kaum sehingga mereka berani terang-terangan melakukannya, melainkan akan menyebar di tengah mereka penyakit tha’un dan penyakit-penyakit yang belum pernah menimpa umat-umat yang telah lalu…”
(HR. Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi).

Karena itu, seharusnya yang dilakukan adalah tindakan pencegahan (preventif) atas perilaku seks bebas dan tindakan kuratif untuk memberantas yang sudah ada. Karena seks bebas itulah akar masalah dari penyebaran berbagai penyakit kelamin. Semua itu hanya bisa dilakukan secara sistematis melalui penerapan syariah Islam secara menyeluruh.

Mengenai penggunaan kondom jika diteliti lebih jauh justru akan melegalkan perzinaan, dengan mudahnya mendapatkan kondom justru akan memperparah penularan HIV/AIDS sehingga berdampak pada kemerosotan moral bangsa dan generasi yang lemah. Wallahu A’lam.

Dimuat di BB alamat http://blokbojonegoro.com/read/article/20131201/stop-aids-dengan-islam.html