IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Senin, 03 Januari 2011

Solusi Pencegahan HIV/AIDS, Sudah Efektifkah?

Tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari Aids sedunia. Penyebabnya tidak lain adalah virus HIV (human immunodeficiency virus). Virus ini bukan hanya menyerang masyarakatdi kota besar saja, kota kecil pun bisa menjadi sasaran. Bojonegoro misalnya, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir jumlah penderita HIV/AIDS  terus mengalami peningkatan, hingga berada pada posisi yang cukup mengkhawatirkan tahun ini. Data dari RSUD Sosodoro Djatikusumo Bojonegoro menyebutkan, sejak awal tahun 2010 atau 10 bulan sejak Januari hingga Oktober sedikitnya terdapat 29 kasus HIV/AIDS yang sudah ditangani. Dimana 6 orang diantaranya meninggal dunia.
Untuk wilayah Tuban, tercatat dari tahun 2007 hingga 2010 penderita aids meningkat hingga hampir 100%. Dari 34 penderita menjadi 62 penderita, 70% diantaranya adalah wanita. Penularan melalui hubungan intim.
Data Kemenkes pada pertengahan 2010, di Indonesia mencapai 21.770 kasus AIDS positif dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun (48,1 persen) dan usia 30-39 tahun (30,9 persen). Kasus penularan HIV/AIDS terbanyak ada di kalangan heteroseksual (49,3 persen) dan IDU atau jarum suntik (40,4 persen).
 “Berdasar data yang kami himpun dari seratus remaja, 51 di antaranya sudah tak lagi perawan,” ujar Kepala BKKBN, Sugiri Syarief, ketika ditemui dalam peringatan Hari AIDS Sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Minggu (28/11).
BOBROKNYA MORAL
Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa moralitas generasi penerus patut dipertanyakan. Masa remaja yang seharusnya digunakan untuk meraih cita-cita, menuntut ilmu, hal-hal yang bermanfaat, namun berbalik arah, Masa remaja hanya untuk mendapat kesenangan sesaat. Menjadikan nafsu nomor urutan teratas. Pacaran, seks bebas, aborsi sudah menjadi makanan remaja.
Jumlah kasus yang terdata seperti dipaparkan di atas, tentunya belum mencerminkan keadaan sebenarnya, realitas di lapangan angkanya pasti jauh lebih banyak, mengingat belum semua orang dengan HIV/Aids (ODHA) terdeteksi. Di antaranya karena keengganan memeriksakan diri.
PENCEGAHAN
Nah, berkenaan dengan Hari AIDS, tahun ini mengambil tema ‘peningkatan hak dan akses pendidikan untuk semua guna menekan laju epidemi HIV di Indonesia menuju tercapainya tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Pendidikan berkualitas diyakini mampu membantu generasi muda untuk membentengi diri dari berbagai macam penyakit, termasuk HIV dan AIDS sejak usia dini. Karena itu pendidikan pencegahan HIV dan AIDS secara berkelanjutan perlu mendapatkan prioritas sebagai bagian dari upaya untuk mencapai target MDGs tahun 2015.
Pelaksanaan dari tema tersebut, mewajibkan pendidikan menengah SMP (sasaran remaja) mengajarkan kurikulum pencegahan HIV/AIDS masuk pelajaran PPKn.Yang diajarkan sebagai berikut: 1. Seks aman dengan  kondom (untuk pria & wanita),bagaimana cara memasang/menggunakan kondom, 2. Penggunaan jarum suntik steril untuk pengguna narkoba suntik untuk lebih aman lagi menggunakan narkoba oral (remaja akan diberi info dimana bisa mendapatkan jarum suntik steril & narkoba oral,tersedia di apotek & puskesmas)
Akar munculnya penyakit HIV/Aids memang terkait dengan perilaku sosial yang erat kaitannya dengan moral. Sebab jika ditelusuri, munculnya HIV/Aids terjadi karena aktivitas sosial yang menyimpang dari tuntunan agama. Jadi solusi yang ditawarkan haruslah yang mengarah pada akar masalah. Bukan malah membuat masalah.
Kondomisasi, salah satu solusi yang ditawarkan, padahal jika kita cermati, ukuran pori-pori kondom saat meregang adalah 1/60 mikron. Virus HIV mempunyai ukuran 1/250 mikron sehingga lebih kecil dari pori-pori kondom. Dengan kata lain, virus HIV bisa menembus kondom. Jelas ini bukan solusi tepat. Bahkan mendorong penyebaran virus HIV ke manusia lainnya dan mendorong terjadinya seks bebas.
Selanjutnya, legalisasi penggunaan jarum suntik pada pecandu narkoba, dengan dalih agar tidak terjadi penggunaan jarum suntik secara bersama-sama. Padahal, langkah ini justru akan melestarikan penggunaan narkoba suntik.
Jelaslah, solusi-solusi tersebut tidak memberantas faktor penyebab utama (akar masalah) atau menghilangkan media penyebarannya yaitu seks bebas, namun justru melestarikannya. Bagaikan ketika di rumah ada genting yang bocor, maka yang dilakukan adalah menandan air dengan ember. Padahal itu tidak akan membuat masalah selesai. Harusnya pemecahannya adalah dengan memperbaiki genting yang bocor tadi. Nah itu baru solusi jitu. Jangan heran jika virus HIV/AIDS ini makin merajalela. Buktinya, tiap tahun angkanya meningkat. Hal ini terjadi karena solusi yang ditawarkan kurang tepat. Sampai-sampai ada kecurigaan segelintir kalangan, bahwa HIV/Aids sengaja dipelihara sebagai upaya untuk merusak moral maupun fisik masyarakat Indonesia khususnya kaum muslim.
SOLUSI EFEKTIF
Media utama penulatan HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Bukan malah mendorong terjadinya seks bebas. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial (nizhom ijtima’i/aturan sosial).
Seperti larangan mendekati zina dan berzina, larangan khalwat (beruda-duaan laki perempuan bukan mahram, seperti pacaran), larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan bercumbu di depan umum, dll. Sementara itu, kepada pelaku seks bebas, segera jatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat umumnya. Misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, dll.
Di sisi lain, seks bebas muncul karena maraknya rangsangan syahwat. Seperti media massa (televisi, internet dll) yang menampilkan pornoaksi/pornografi. Untuk itu, segala rangsangan menuju seks bebas harus dihapuskan. Negara wajib melarang pornografi-pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Industri hiburan yang menjajakan pornografi dan pornoaksi harus ditutup. Semua harus dikenakan sanksi. Pelaku pornografi dan pornoaksi harus dihukum berat, termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Sementara itu, kepada penderita HIV/Aids dikarantina, dipisahkan dari interaksi dengan masyarakat umum. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan  keterampilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar