IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Senin, 03 Januari 2011

LIBERALISASI PERGAULAN MENGANCAM DUNIA ANAK

Anak merupakan aset negara yang sangat berharga. Selain itu anak juga merupakan amanah dari Allah yang harus dididik dengan baik agar kelak menjadi manusia yang berkepribadian unggul. Amanah ini kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Tepatnya tanggal 23 Juli diperingati sebagai hari anak nasional. Anak sebagai aset negara, maka sudah menjadi keharusan bagi orangtua, masyarakat dan negara untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang ada pada diri anak untuk menjadi insan yang unggul. Unggul dalam segala hal seperti unggul imannya, berjiwa pemimpin, memiliki pengetahuan yang luas untuk kemajuan IPTEK. Ada sebagian orang yang telah lama menikah namun tak kunjung pula dikaruniai anak. Bahkan, hampir seluruh dokter telah dikunjunginya demi mendapatkan sang buah hati. Tidak sedikit pula diantara orang tua yang memiliki anak justru mengabaikan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Anak bagaikan kertas putih bersih tanpa noda. Orangtua dan lingkunganlah yang akan menjadikan kertas tersebut menjadi kertas yang memang benar-benar putih ataukah menjadikan kertas yang bernoda.
Di era globalisasi ini, banyak tantangan yang dihadapi anak untuk menjadi pribadi yang unggul. Diantaranya, pergaulan bebas, media massa, lingkungan yang tidak menjamin massa depan, pendidikan yang serba mahal, kesehatan (kekurangan gizi), kasih sayang orang tua dan lainnya. Dari segi pergaulan misalnya, dengan didukung media massa, anak-anak dicekoki oleh tayangan yang tidak mendukung perkembangan anak menjadi manusia unggul. Pergaulan bebas marak dimana-mana. Tayangan televisi pun tidak mau ketinggalan dengan adegan-adegan mengumbar aurat wanita, pergaulan laki-laki dengan wanita tanpa batas, penggambaran pacaran sebelum nikah seolah menjadikan kewajiban bagi acara sinetron tersebut. Selain dunia sinetron, ternyata dunia nyata pun di kalangan artis tidak jauh beda dengan apa yang mereka mainkan dalam dunia sinetron. Bahkan lebih heboh lagi. Mencuatnya kasus tiga artis papan atas tentang video mesum yang menurut ahli telematika kasus tersebut benar adanya menjadikan Indonesia makin krisis moral. Video tersebut telah beredar di berbagai dikalangan masyarakat. Untuk mendapatkannya bisa melalui internet, kepingan CD dan lainnya. Dua pekan setelah beredarnya video, tercatat telah terjadi 33 kasus pemerkosaan. Korban kasus tersebut adalah anak-anak. Sedangkan pelakunya adalah remaja usia 18 tahunan. Sungguh ironis sekali.
Anak sebagai aset bangsa seharusnya dijaga dan dilindungi dari hal-hal yang mengantarkan mereka pada kehancuran. Anak memiliki akal yang belum sempurna, sehingga belum mampu memfilter mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang harus dicontoh dan mana yang tidak layak untuk dicontoh. Pada usia anak-anak memori yang pernah dilihat, didengar ataupun dirasakan, cukup kuat untuk menempel di otak, atau cukup kuat terekam. Jika saat anak-anak yang dia lihat adalah tayangan yang porno, maka dalam 10 tahun ke depan akan berefek pada perkembangannya. Bisa jadi sekarang melihat tayangan porno, 10 tahun ke depan mereka terngiang-ngiang untuk mencontoh adegan tersebut. Naudzubillah. Dengan perkembangan zaman, anak-anak dengan mudah bisa bermain internet, menonton televisi. Jika tayangan yang ada pada televisi berupa pergaulan bebas, maka dalam diri anak akan cenderung meniru adegan tersebut. Karena dalam benak mereka, jika dalam tayangan televisi seperti itu, berarti, hal itu boleh dilakukannya. Adapun tayangan yang konon katanya layak dikonsumsi bagi mereka adalah kartun. Namun kartun sendiri juga tidak menjamin akan memberikan kenyamanan bagi perkembangan karakter anak. Contohnya, ada sebuah tayangan kartun yang justru menggambarkan anak yang manja, rewel dan membuat kedua oraangtuanya menjadi bertengkar. Sudah jelas bahwa tayangan tersebut tidak layak dikonsumsi anak-anak. Dengan layanan internet, anak juga bisa dengan mudah mendownload adegan-adegan yang tak layak untuk dikonsumsi.
Sungguh malang sekali nasib anak-anak di zaman globalisasi ini. Mau pintar dengan internet, ternyata internet sendiri telah dikotori oleh situs-situs porno, ingin nonton televisi sebagai hiburan, ternyata pergaulan bebas marak disana. Bisa dikatakan maju kena mundur kena. Belum lagi kasus aborsi yang melanda negeri kita. Akibat pergaulan bebas, aborsi terjadi dimana-mana. Kasus penjualan bayi juga kian marak terjadi. Penyebabnya diantaranya kelahiran bayi tidak diinginkan oleh sang ibu karena bukan hasil pernikahan, tetapi hasil pergaulan bebas. Yang menjadi korban tidak lain adalah anak-anak. Sebagian lagi penjualan bayi disebabkan oleh ketiadaan biaya untuk persalinan. Sehingga ada pihak yang memanfaatkan moment ini yang berkedok pahlawan, tetapi nyatanya tak jauh dengan perampok. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah anak-anak.
Tabiat anak-anak yang cenderung meniru orang lain kini tidak memiliki standar yang jelas. Lingkungan tidak memberikan kontribusi yang bagus. Dengan kata lain anak-anak tidak memiliki contoh yang bisa dijadikan teladan untuk kepribadiannya. Kini satu-satunya yang bisa memberi keteladanan hanyalah orang tua. Jika orang tuanya sendiri tidak mampu memberi keteladanan, maka tunggulah kehancuran anak-anak kita. Naudzubillah.
Zaman telah berubah, kemajuan IPTEK tidak membuat manusia menjadi hamba yang bersyukur, malah menjadi manusia yang ajur. Semua ini berawal dari kapitalisme yang menjadikan uang adalah segalanya. Demi mendapat uang segala cara dilakukan. Media massa yang seharusnya bersahabat dengan anak telah berubah orientasi. Semua ingin untung materi yang sebesar-besarnya, hingga mengabaikan perkembangan kepribadian anak. Demi mendapat keuntungan yang besar, media massa rela mempertontonkan pergaulan bebas meski anak-anak menjadi korban. Untuk itu, mari kita lindungi anak-anak dari hal-hal yang mengantarkan mereka pada kehancuran dengan memperhatikan lingkungan pergaulan, menanamkan akidah yang benar, menanamkan budi pekerti yang baik, mengontrol mereka dengan segala aktivitasnya. Untuk melindungi mereka tidak cukup jika hanya dilakukan dengan sendirian, karena lingkungan juga berpengaruh besar terhadap perkembangan karakter anak. Jadi, masyarakat, bangsa dan negara juga bersama-sama berperan dalam hal ini dengan jalan hapus liberalisasi dari negara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar