IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Rabu, 23 Januari 2013

HIDAYAH ITU PILIHAN ATAU DOKTRIN??

                     HIDAYAH ITU PILIHAN ATAU DOKTRIN???
Secara syar’i, al-huda atau al-hidâyah adalah mendapat petunjuk atau terbimbing pada Islam dan beriman terhadapnya.
Di dalam al-Quran, kata hadâ dan turunannya dinyatakan sebanyak 316 kali di 96 surat. Dari semua ayat itu bisa disarikan, hidayah yang diberikan oleh Allah kepada manusia di dunia ada tiga macam. 
Pertama: Hidâyah al-Khalq (hidayah penciptaan). Intinya, Allah telah menciptakan dalam diri manusia adanya fitrah berupa gharîzah at-tadayyun (naluri beragama), kebutuhan dan pengakuan kepada al-Khâliq; dan qâbiliyah (kesediaan) untuk cenderung pada kebaikan maupun keburukan (QS al-Balad: 10 “dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan (kebaikan       dan keburukan)”; asy-Syams: 7-8 “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya”. Allah juga menciptakan akal atau kemampuan berpikir untuk memahami dan membedakan yang baik dari yang buruk. Orang yang tidak memperoleh hidayah jenis ini, yaitu orang yang tidak sempurna atau tidak waras akalnya, tidak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Kedua: Hidâyah al-Irsyâd wa al-Bayân (hidayah petunjuk/bimbingan dan penjelasan), yaitu berupa penjelasan, petunjuk dan bimbingan yang diberikan Allah dengan risalah yang dibawa oleh Rasul. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang keimanan dan kekufuran, kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk akan jalan hidup yang diridhai Allah dan yang tidak, serta akibat dari masing-masingnya baik di dunia maupun diakhirat. Di sinilah al-Quran disebut petunjuk dan Rasul adalah orang yang memberi petunjuk (QS asy-Syura: 52 “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”; ar-Ra’d: 7 “Orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.”; yaitu yang menyampaikan risalah, menjelaskannya dan menuntun serta membimbing ke jalan Allah.
Ketiga: Hidâyah at-Tawfîq (Hidayah Taufik). Tawfîq (taufik) kepada hidayah hanya berasal dari Allah Hidayah taufik inilah yang dinafikan dari Rasul saw. QS al-Qashash: 56 “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”. Taufik kepada hidayah itu adalah penyiapan sebab-sebab hidayah untuk manusia. Taufik berkaitan dengan sebab-sebab hidayah, atau sifat-sifat hidayah, yang jika seseorang menyifati diri dengannya maka ia akan mendapat petunjuk (hidayah). Allah tidak memberikan taufiknya secara paksa kepada manusia; melainkan ketika manusia sudah menerima hidâyah al-khalq, menggunakan gharîzah tadayun-nya dan menggunakan akalnya; lalu sampai padanya hidâyah al-irsyâd wa al-bayân melalui Rasul, pewaris Rasul, kaum Muslim atau sarana lainnya; kemudian ia memahaminya dan menerima hujah risalah itu, maka Allah akan memberinya taufik dan memudahkannya memahami hidayah dan mengambilnya dan hidup dengannya. Allah SWT berfirman: Orang-orang yang mencari petunjuk, Allah menambah mereka petunjuk dan memberi mereka (balasan) ketakwaannya (QS Muhammad [47]: 17).
Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (QS al-‘Ankabut [29]: 69).
Ketika seseorang berusaha mencari dan menjemput hidayah, Allah memberinya taufik sehingga ia mendapat hidayah. Dalam hal ini, Allah SWT tidak memaksa seseorang untuk mendapat hidayah. Allah juga tidak memaksa seseorang untuk sesat. Tidak ada orang yang dari sono-nya ditakdirkan mendapat hidayah atau sebaliknya, tersesat.
Memang ada sejumlah ayat yang menisbatkan hidayah dan kesesatan kepada Allah semata (misal: QS al-An’am [6]: 39, 125; al-A’raf [7]: 43; Yunus [10]: 35; ar-Ra’d [13]: 27; an-Nahl [16]: 93; al-Kahfi [18]: 17; al-Qashash [28]: 56 dan Fathir [35]: 8). Redaksi ayat-ayat ini maknanya jelas bahwa yang melakukan hidayah dan penyesatan adalah Allah, bukan hamba. Ini artinya bahwa seorang hamba tidaklah mendapat petunjuk karena dirinya sendiri melainkan jika Allah menunjukinya, dan sebaliknya jika Allah menyesatkannya, ia tersesat.
Banyak ayat menyatakan bahwa Allah memberikan pahala kepada orang yang mendapat petunjuk dan menjatuhkan siksa kepada orang yang tersesat serta menghisab perbuatan manusia. Apabila pelangsungan hidayah dan kesesatan dinisbatkan kepada Allah, artinya Allah yang memaksa manusia untuk mendapat hidayah atau tersesat, lalu Allah menimpakan siksa kepada orang yang tersesat dan menyiksa orang kafir, fasik, munafik dan pelaku maksiyat. Ini jelas merupakan kezaliman. Mahasuci Allah dari yang demikian, sekali-kali Dia tidaklah menzalimi hamba-Nya (QS 41: 17).
Dengan menghimpun semua ayat jelaslah bahwa Allah sematalah yang menciptakan hidayah dan kesesatan. Sebaliknya, hambalah yang menempuh ihtidâ’ (mencari petunjuk) sehingga ia mendapat hidayah, dan hambalah yang menempuh idhlâl (menempuh kesesatan dan penyesatan) sehingga ia tersesat dan bisa menyesatkan diri dan orang lain.
Seperti itulah kehendak dan keinginan (masyî‘ah wa irâdah) Allah SWT dalam hal ini. Allah SWT berfirman:
Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (QS an-Nahl [16]: 93)
Maksud ayat ini bukanlah bahwa seseorang mendapat petunjuk karena paksaan dari Allah dan seseorang tersesat karena paksaan dari Allah. Maksudnya bukanlah bahwa Allah memaksa seseorang untuk sesat dan memaksa seseorang untuk mendapat petunjuk. Akan tetapi, maknanya adalah bahwa menurut kehendak dan keinginan (masyî‘ah wa irâdah) Allah, seseorang yang mencari petunjuk akan mendapat petunjuk dan siapa yang menempuh kesesatan akan tersesat. Jadi orang mendapat petunjuk maupun tersesat, semua itu sesuai dengan masyî‘ah wa irâdah Allah itu.
Jadi, Allah telah menciptakan dalam diri manusia qâbiliyah (kesediaan atau kapasitas) untuk kebaikan maupun keburukan. Allah juga telah menjelaskan jalan kebaikan atau jalan hidayah maupun jalan keburukan atau jalan kesesatan (QS asy-Syams: 8; al-Balad: 10). Lalu Allah membebaskan manusia untuk memilih jalan hidayah atau jalan kesesatan itu (QS al-Kahfi: 29 “Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”). Jika orang mencari dan menjemput hidayah, yaitu mengupayakan sifat-sifat hidayah ada dalam dirinya atau memilih jalan hidayah, maka Allah memberinya taufik sehingga ia mendapat hidayah dan Allah menambah hidayah kepadanya. Sebaliknya, jika orang mencari dan menjemput kesesatan atau memilih jalan kesesatan maka ia akan tersesat, Allah tidak memberinya taufik, bahkan Allah akan menambah kesesatannya.
(QS Al-Qashash [28]: 56).Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. ( Anna Mujahidah Mumtazah sumber al waie  karya ust Yahya A) 
 Kajian UKKI IKIP PGRI Bojonegoro 23 Januari 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar