72 % RAKYAT INDONESIA DUKUNG SYARIAH
Tepatnya 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka (bebas dari penjajahan
fisik). Terhitung hingga artikel ini ditulis, 67 tahun telah berlalu. Selama
ini pula Indonesia menyelenggarakan pemilu sebanyak 10 kali. Dalam sejarah
panjang ini sudahkah rakyat Indonesia merasa benar-benar merdeka? Ataukah
merdeka hanya sekedar cita-cita perjuangan para pahlawan terdahulu? Dengan umur
67 tahun, idealnya bangsa ini telah banyak meraih impiannya. Segala potensi dan
sumber daya telah dimiliki Indonesia, didukung oleh jumlah SDM yang tersebar di
penjuru negeri. Namun fakta berbicara lain negeri ini belum merdeka dari
kemiskinan, kebodohan, kerusakan moral dan keterbelakangan.
Pergantian rezim dari masa ke masa seakan memberikan hasil nihil.
Mulai orde lama dengan komunismenya, orde baru dengan kapitalismenya, orde
reformasi yang condong ke arah liberal. Ketiga masa ini menjadikan akal manusia
melalui waki rakyat sebagai sumber hukum. Dalam sistem
pemerintahan demokratik yang menempatkan rakyat sebagai pihak berdaulat telah
menimbulkan nestapa modern. Diadopsinya sistem pemerintahan demokrasi yang
berimplikasi logis kepada sekulerisme telah menimbulkan berbagai problematika.
Mulai ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, dan lainnya.
A
Sorokin menyebut dengan The Crisis of Our Age. Sayyed Hossen Nasser menyebut
abad sekarang dengan istilah ‘Nestapa Manusia Modern’, Luis Leahy menyebut
dengan ‘Kekosongan Rohani’. Gustave Jung mengomentari peradaban sekarang dengan
‘Gersang Psikologis’. Peter Berger menyatakan, bahwa masyarakat kapitalis
selalu bercorak sekuler (memisahkan agama dari kehidupan).
Adapun
masyarakat yang sekuler cenderung memarginalkan peran agama, bahkan ada
kecenderungan untuk mereduksi agama menjadi subsistem yang tidak lagi berarti.
Pembagian kekuasaan dengan alasan menghilangkan otoritarianisme terbukti telah
menimbulkan dualisme kepemimpinan serta kaburnya batas wewenang masing-masing
lembaga negara. Padahal, dengan adanya dualisme kepemimpinan akan menimbulkan
kontraksi-kontraksi kekuasaan yang berakibat pada konflik elit politik. Konflik
elit politik akan berbuntut pada dikorbankannya kepentingan-kepentingan publik
dan terabaikannya urusan rakyat.
Ditempatkannya
rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara, mengakibatkan munculnya
aturan-aturan bias, kepentingan, dan ketidakmampuan memberikan jawaban tuntas
serta mendasar atas problem manusia. Jika kita menengok sejarah, tercatat 13
abad lamanya Islam Berjaya. Selama itu pula aturan Allah yang menjadi sandaran,
meski beberapa kurun waktu terdapat kesalahan penerapan (isaatut tatbiq). Dapat
kita jumpai pula pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, meski hanya kurang
lebih 2,5 tahun memerintah, zakat tercecer di jalan. Hal ini dikarenakan
seluruh masyarakat tidak ada yang miskin. Kezuhudan sang khalifah juga begitu
tinggi, bahkan tatkala keluarganya mengajak untuk membicarakan urusan keluarga,
nyala lampu yang ia gunakan milik negara sekaligus dimatikan. Sehingga
menyalakan lampu dengan minyak dari keluarga. Begitu besar kehati-hatian
beliau.
Tepat
tanggal 27 Rajab 583 H, Shalahuddin Al-Ayubi membebaskan bumi al-Quds dengan
tanpa sedikitpun perlawanan dari kaum salibis dan mereka dibiarkan. Kondisi ini
sangat bertolak belakang ketika kaum salibis menjarah al-Quds, banyak anak-anak,
orang tua, perempuan yang dibantai. Rupanya, kaum kafir memendam rasa dendam
membara untuk menghancurkan Islam. Hingga akhirnya, pada 28 Rajab 1342 H,
bertepatan dengan 3 Maret 1924, seorang pengkhianat kaum Muslim, Mustafa Kemal
at-Turk, meruntuhkan Khilafah Islamiyyah (Islamic Caliphate). Akibatnya, kaum
Muslim ibarat ayam telah kehilangan induk.
Sungguh
Rasul telah menyampaikan risalah kepada kita dalam sebuah hadist, Dari
Nu’man bin Basyiir berkata: Suatu saat kami sedang duduk bersama Rasulullah
SAW, dan Basyir adalah orang yang dapat menahan perkataan. Maka datang Abu
Tsa’labah Al-Khasyani dan berkata:”Wahai Basyir bin Sad apakah engkau hafal
tentang hadits Rasulullah SAW pada masalah kepemimpinan
Berkata Hudzaifah:” Saya hafal ungkapannya. Maka duduklah Abu Tsa’alabah, maka Hudzaifah berkata: Rasulullah SAW bersabda:” Kalian akan mengalami masa kenabian sampai Allah menghendaki kemudian Allah angkat (masa kenabian tersebut) jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian sampai Allah menghendaki, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja yang menggigit sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja diktator sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian, kemudian diam”
Berkata Hudzaifah:” Saya hafal ungkapannya. Maka duduklah Abu Tsa’alabah, maka Hudzaifah berkata: Rasulullah SAW bersabda:” Kalian akan mengalami masa kenabian sampai Allah menghendaki kemudian Allah angkat (masa kenabian tersebut) jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian sampai Allah menghendaki, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja yang menggigit sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja diktator sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian, kemudian diam”
Masa kenabian, khilafah manhaj kenabian yang
pertama, masa raja menggigit sudah berlalu, kini menempati masa keempat yakni pemerintahan
diktator, setelah ini tidak lain adalah masa kelima yaitu khilafah manhaj
kenabian yang kedua. Jika kita cermati rezim diktator telah diambang
kehancuran. Menurut Survey Pew Research Center 72% rakyat Indonesia dukung
syariah. Di Suriah sudah bergema suara dan gerakan para mujahidin untuk
menyerukan syariah Islam.
Allah
berfirman: "Dan Allah telah berjanji
kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
shalih bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (TQS.
An-Nur: 55).
Islam
akan kembali berjaya sebagaimana janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah
SAW. Dalam sistem Islam, kekuasaan ada di tangan rakyat. Kedaulatan berada di
tangan syara’, artinya aturan yang digunakan bersumber dari Al Quran dan hadist
Rasulullah SAW, bukan lagi buatan manusia melalui perwakilan. Kebijakan
pemimpin (khalifah) bersandar pada aturan Allah SWT. Allahu A’lam
Pengirim:
Anna
Mujahidah Mumtazah
Guru
di Bojonegoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar