INDONESIAKU TAHUN 2014
Tepatnya 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka
(bebas dari penjajahan fisik). Terhitung hingga artikel ini ditulis, 67 tahun telah
berlalu. Selama ini pula Indonesia menyelenggarakan pemilu sebanyak 10 kali. Dalam
sejarah panjang ini sudahkah rakyat Indonesia merasa benar-benar merdeka?
Ataukah merdeka hanya sekedar cita-cita perjuangan para pahlawan terdahulu?
Dengan umur 67 tahun, idealnya bangsa ini
telah banyak meraih impiannya. Segala potensi dan sumber daya telah dimiliki
Indonesia, didukung oleh jumlah SDM yang tersebar di penjuru negeri. Namun
fakta berbicara lain negeri ini belum merdeka dari kemiskinan, kebodohan,
kerusakan moral dan keterbelakangan.
Angka kemiskinan per September 2012 sebesar 11,69 persen. Dengan standart pendapatan
di bawah Rp600 ribu per bulan atau pendapatan Rp166.697 per kapita per bulan. Dari
237 juta lebih penduduk negeri ini,menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat
31,02 juta jiwa yang terkategori miskin.
Sungguh ironis, meski sudah puluhan tahun
merdeka, negeri yang kaya ini, jutaan penduduknya masih terus dililit problem
kemiskinan. Satu masalah yang sering kali membuat orang memilih untuk
mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena tak kuasa menghadapi tekanan
kemiskinan. Sebagai contoh pasangan Kaepi (41) dan Yati Suryati (31) warga
kelurahan Bekasi Jaya kecamatan Bekasi Timur kota Bekasi yang pada Sabtu (13
Agustus 2012) memilih gantung diri diduga akibat tekanan kemiskinan (Kompas,
15/8).
Berdasar data dari RCTI (13/4) terungkap terdapat
95 orang meninggal karena gizi buruk di Kecamatan Kwor, Tambraw di Provinsi
Papua Barat di Indonesia. Ini bukan pertama kalinya orang-orang di Papua
meninggal karena kelaparan. Bulan lalu, misalnya, di Kabupaten Nduga, Papua
melaporkan bahwa mereka terancam kelaparan karena gagal panen. Di kabupaten
lain, Yahukimo, selama Desember 2005, 39 orang meninggal. Dan di Distrik
Paniai, 16 orang meninggal pada tahun 2007. Semua itu karena kelaparan. [RCTI,
Jakarta, 13/4/2013]
Di sisi yang lain, sebuah majalah bisnis
Forbes kembali merilis daftar 40 orang terkaya di Indonesia menjelang akhir
tahun 2012. Diantara orang terkaya pertama dengan nilai kekayaan US$ 15 miliar
per November 2012. Jika kita bandingkan kekayaan orang miskin dengan orang kaya
bagaikan bawah permukaan laut berbanding langit. Si kaya dengan kekayaan
sekitar 150 Triliyun rupiah, Si miskin dengan pendapatan sehari kurang dari Rp
7.000,00.
Dengan tingginya angka kemiskinan, berdampak
pada pendidikan dan kesehatan. Mahalnya biaya pendidikan (SMA-Perguruan Tinggi)
dan kesehatan, seakan orang miskin terlarang sakit dan terlarang sekolah. Meskipun
anggaran pendidikan yang mengalami peningkatan fantastis, terutama setelah UU
menetapkan anggaran pendidikan 20% dari APBN, ternyata tidak serta merta menyelesaikan
masalah pendidikan. Anggaran pendidikan di APBN-P 2011 Rp 266,9 triliun, jumlah
itu sudah separuh dari total APBN tahun 2005, lalu naik menjadi Rp 289 triliun
di APBN 2012 dan menjadi Rp 303 triliun di APBN-P 2012. Dengan dana sebesar
itu, masih banyak dijumpai anak yang tidak bisa menyelesaikan wajib belajar 9
tahun. Menurut anggota DPR RI Raihan Iskandar (26/12/12) dalam data tahun 2011 terdapat
10,268 juta siswa usia wajib belajar (SD dan SMP) yang tidak menyelesaikan
wajib belajar 9 tahun. Sekitar 3,8 juta siswa yang tidak dapat melanjutkan ke
tingkat SMA. Hal ini disebabkan karena kemiskinan sehingga tidak mempunyai
biaya untuk sekolah.
Dalam lingkup Perguruan Tinggi misalnya,
istilah BHMN sudah tidak asing lagi. Dengan adanya BHMN pemerintah seakan lepas
tangan terhadap pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi. Biaya pendidikan
Perguruan Tinggi kian melangit. Hal ini dikarenakan Negara tidak lagi memberi
subsidi kepada Perguruan Tinggi sebagaimana semestinya. Banyak calon mahasiswa
yang tidak mendaftar ulang dikarenakan biaya masuk PTN yang tinggi.
Dari mahalnya biaya pendidikan ternyata tidak
dibarengi lapangan pekerjaan yang memadai. Hal ini dibuktikan dengan angka
pengangguran. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat
pengangguran di Indonesia per Agustus 2012 sebesar 6,14%. Jumlah pengangguran
di Indonesia sebesar 7,24 juta orang. Hal ini disampaikan oleh Kepala BPS
Suryamin dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Dr. Sutomo, Jakarta, Senin (15/11/2012).
Dalam bidang politik, selama semester pertama
2012, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan 285 kasus korupsi yang
merugikan negara hingga Rp 1,22 triliun. ICW mencatat jumlah tersangka korupsi
mencapai 597 orang. Modus mereka beragam mulai dari penggelapan terdapat 92
kasus, penggelembungan dana 83 kasus, hingga pemotongan anggaran dan
gratifikasi. Sedangkan untuk kasus korupsi yang melibatkan PNS, ternyata sudah
menembus angka 1000, baik untuk kasus yang sedang diproses maupun yang sudah
menjalani proses hukum.
Dari berbagai masalah yang menimpa negeri
Indonesia di atas, tentunya ada penyebabnya. Dari masa ke masa masalah semakin
kompleks, tentunya terdapat masalah pokok yang harus segera dipecahkan bersama.
Masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, social, politik dan lainnya merupakan
masalah cabang. Di atas masalah tersebut terdapat masalah pokok yang jauh lebih
besar akibatnya. Ibaratkan jika sebuah rumah bocor, maka masalah yang
diakibatkan adalah rumah menjadi basah, licin, atau bahkan banjir. Basah,
licin, banjir hanyalah masalah cabang. Yang menjadi masalah pokok adalah
genteng yang bocor. Maka solusi yang tepat adalah memperbaiki genteng.
Mengepel, membersihkan lantai hanyalah solusi yang belum tentu menjadikan
masalah tuntas.
Jika kita mau jujur, akar masalah dari semua
persoalan yang menimpa Indonesia adalah pada aturan yang digunakan. Selama 67
tahun “merdeka” negeri ini mengadopsi aturan yang bersumber pada buatan manusia.
Akal manusia yang terbatas dijadikan untuk membuat hukum, sehingga yang bermain
peran adalah nafsu yang condong ke pihak tertentu (asing).
Kembali pada sejarah, selama tiga belas abad,
kaum Muslim menikmati kemakmuran yang tak tertandingi melalui penerapan
aturan-aturan Islam. Kemakmuran pada semua aspek kehidupan, ekonomi, sosial,
kesehatan, pendidikan, keamanan dan lainnya.
Allah berfirman dalam Surat Al Anbiya
“Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS Al-Anbiya [21]: 107).
Apa yang diturunkan Allah melalui Al Quran
dan sunah Rasul adalah membawa kepada rahmat untuk semesta alam. Bukan hanya
kaum muslim saja, akan tetapi non muslim. Bukan hanya manusia akan tetapi
hewan, tumbuhan dan makhluk Allah lainnya.
Dalam bidang kesehatan, Islam sangat
menghargai kesehatan dan hal ini dianggap sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia, bersama dengan makanan dan keamanan. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa pun yang dalam satu harinya bebas
dari penyakit, aman dari gangguan orang lain, dan memiliki makanan pada hari
itu, maka hal itu adalah seperti memiliki dunia seisinya.” (HR at-Tirmidzi
dan Ibnu Majah).
Memberikan kesehatan gratis dan pemeliharaan
kesehatan yang layak adalah tanggung jawab negara terhadap semua warganya; baik
mereka kaya-miskin, Muslim-non-Muslim. Rasulullah saw. bersabda:
“Imam
(Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang
dia urus.” (HR al-Bukhari).
Memberikan kesehatan gratis kepada masyarakat
adalah hal yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Di Madinah, Ibnu Ishaq
melaporkan dalam buku Sirah-nya, bahwa sebuah kemah yang dibangun di masjid dan
diberi nama seseorang yang bernama Rufaidah dari suku Aslam digunakan untuk
memberikan diagnosis dan pengobatan untuk orang-orang secara gratis untuk
orang-orang kaya maupun miskin. Ketika Saad bin Muadz ra. terkena panah selama
Perang Khandaq, Rasulullah saw. mengatakan kepada para Sahabat untuk membawanya
ke Kemah Rufaidah. Rufaidah dibayar oleh negara dari ghanimah sebagaimana yang
disebutkan Al-Waqidi dalam bukunya yang berjudul Al-Maghazi.
Rasulullah saw bersabda, “Siapa pun yang meninggalkan uang, uang itu bagi yang mewarisinya, dan
siapa pun yang meninggalkan anak yang lemah, maka (tanggungjawabnya) kepada
kita.” (HR Muslim).
Dalam hal ini, negara bertanggung jawab untuk
menyediakan kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal dan pakaian bagi
mereka yang tidak mampu karena alasan apa pun. Fakta sejarah saat sahabat Nabi
Abu Bakar ra menjabat sebagai khalifah, beliau melayani seorang perempuan jompo
dan buta yang tinggal di pinggiran Madinah.
Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz
(99-102 H/818-820 M), meskipun masa Kekhilafahannya cukup singkat (hanya 3
tahun), umat Islam terus mengenangnya sebagai khalifah yang berhasil
menyejahterakan rakyat. Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu,
berkata, “Ketika hendak membagikan zakat, saya tidak menjumpai seorang miskin
pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat pada waktu itu
berkecukupan.” (Ibnu Abdil Hakam, Sîrah ‘Umar bin Abdul ‘Azîz, hlm. 59).
Dengan menerapkan aturan Islam, seorang pakar
Dr Muhammad Rahmat Kurnia MSi melakukan perhitungan sehingga didapatkan APBN
2012 Bisa Surplus Rp 451 T. Perkiraan itu berbanding terbalik dengan
APBN-Perubahan yang dikeluarkan pemerintah dimana APBN 2012 mengalami defisit
190,1 triliun.
Selengkapnya ia menyajikan data penerimaan di
APBN-P senilai RpRp. 1.358,2 triliun dengan sumber terbesar dari pajak Rp1.012
triliun (74.5%), sedangkan belanja negara Rp1.548,3 triliun.
Dalam APBN yang menggunakan aturan Islam,
prediksi penerimaan negara sebesar Rp. 1.999 triliun. Sedangkan belanja negara
disamakan dengan APBN-P Rp. 1.548,3 triliun.
Perinciannya, berasal dari bagian kepemilikan
umum yang seluruhnya dikuasai oleh negara seperti minyak Rp 288,7 triliun, gas Rp331,1
triliun, batubara Rp236,5 triliun, emas dan mineral logam lainnya Rp70 triliun,
BUMN kelautan Rp73 triliun dan hasil hutan Rp1.000 triliun.
Selama ini, 88,8% pertambangan migas dikuasai
asing, emas dan tembaga dikuasai PT. Freeport dan PT. Newmont. Sementara batu
bara dan pengusahaan hasil hutan hampir
semua dikuasai swasta asing dan nasional.
Dari penguasaan itu, pemerintah hanya
mendapat royalti dari emas dan tambang sebesar 3,75 persen, batu bara 13,5
persen. Sudahlah mendapat royalti kecil, cost recovery yang mesti ditanggung
pemerintah mencapai Rp345,9 triliun.
Inilah aturan Islam yang bersumber dari Allah
SWT sang pencipta manusia, terbukti menyejahterakan. Sudah selayaknya bangsa
Indonesia sadar dan menerapkan aturan yang sempurna (aturan Islam). Wallahu
A’lam.
Karya:
Liya Yuliana, S.Pd
Bojonegoro, Jawa Timur
FB: Anna Mujahidah Mumtazah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar