IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Rabu, 11 Desember 2013

IRONI PELAYANAN KESEHATAN



IRONI PELAYANAN KESEHATAN
Kesehatan merupakan hal yang utama (terpenting) dalam hidup. Tiada manusia yang mendambakan sakit. Namun di balik sakit, Allah hendak menggugurkan dosa-dosa kaum muslim. Tiap-tiap manusia dalam setahun tentunya pernah mengalami sakit, baik panas, maupun sakit berat lainnya. Adapun permasalahan kesehatan di negeri ini diantaranya:
1.    Mahalnya biaya operasional
Berbicara tentang kesehatan seakan berbicara dengan sesuatu yang mahal. Betapa tidak, besarnya kantong yang keluar sebanding dengan pelayanan kesehatan yang kita dapatkan. Kesehatan yang menjadi tanggung jawab negara seakan beralih ke tangan masing-masing individu. Akibatnya orang miskin kesulitan mendapatkan pelayanan yang optimal. Meski pemerintah memberikan dana bantuan kesehatan, namun terdapat beberapa kendala diantaranya pelayanan yang kurang memuaskan, banyaknya pasien yang membutuhkan dana pelayanan kesehatan jauh lebih banyak dari pada dana yang tersedia. Dengan minimnya pelayanan kesehatan dengan harga terjangkau menjadikan pasien fokus ke dokter spesialis, meski tak ada kata gratis, yang ada berbayar sekian ratus ribu. Rumah sakit yang seharusnya lebih mementingkan keselamatan nyawa pasien, kini menjadi lebih mementingkan keselamatan administrasi rumah sakit. Tidak bisa dipungkiri, rumah sakit juga membutuhkan materi (uang) untuk menjalankan operasional sehari-hari. Mengingat peralatan, obat-obatan juga didapatkan dengan harga yang tidaklah murah. Jika kita jujur, masyarakat cenderung memilih pelayanan yang terbaik meski harus merogoh kantong dalam-dalam. Untuk masyarakat kalangan menengah ke atas lebih memilih berobat ke rumah sakit swasta yang terkenal dengan kebersihan, pelayan terbaik dari pada  rumah sakit milik pemerintah yang terkesan murah namun pelayanan jauh dari sempurna. Sebagai contoh dari segi kebersihan, kebanyakan rumah sakit milik pemerintah kurang terjaga, lantai yang jauh dari basuhan kain pel, dan setiap kamar memuat pasien lebih dari muatan standart (overload). Selain itu  keramahan dokter, perawat dan lainnya juga menjadi tanda tanya besar. Aroma rumah sakit identik adanya obat-obatan.
2.    Pelayanan kesehatan dokter dan pratisi kesehatan jauh dari sempurna
Selain rumah sakit, dari segi pelayanan oleh dokter juga menjadi hal yang memprihatinkan. Di zaman sekarang ini yang segala sesuatu dinilai dengan materi (uang). Terdapat beberapa dokter di Indonesia, seakan berprinsip “waktu adalah uang”. Detik bernilai uang, begitu juga dengan menit, jam dan hari. Sangat jarang ditemui dokter dengan pelayanan yang benar-benar open terhadap pasien. Jam konsultasi seakan mengikuti spidometer taksi. Semakin lama waktu konsultasi maka biaya makin besar biaya yang harus dikeluarkan. Tak lagi memandang dari keluarga mampu atau miskin ataukah menengah, semua harus membayar dengan rupiah yang sama. Memang tidak semua dokter bersikap demikian, ada pula dokter yang dengan ikhlas menangani pasien cukup berbalas “terimakasih”. Pemberian informasi yang kurang lengkap, diagnosis yang terkadang kurang tepat.Terdapat pula pasien yang mengadukan sikap dokter yang tidak ramah.
3.    Idealisme dokter tereduksi
Beberapa waktu lalu kita dihebohkan berita adanya aksi demo para dokter. Sungguh di luar prasangka ternyata idealisme seorang dokter juga berpeluang tergerus. Tiada salah para dokter membela dokter Ayu dkk yang telah divonis oleh Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman 10 bulan penjara karena kealpaan dr Ayu dkk yang mengakibatkan kematian pasien Siska Makatey. Namun perlu diperhatikan pula jika semua dokter mogok dalam bertugas untuk melakukan aksi damai pembelaan terhadap dokter Ayu dkk, maka pasien menjadi telantar, dan solusi ini sangatlah merugikan pasien. Dari fakta 26 November 2013 seakan bisa dikatakan idealisme para dokter  mengalami reduksi.

4.    Ketersediaan peralatan yang kurang memadai
Pernah pula dijumpai adanya pasien yang cukup lambat dalam hal penanganan baik disebabkan oleh terbatasnya peralatan maupun kurang sigapnya dokter dalam penanganan (keterbatasan persediaan dokter). Tidak semua rumah sakit menyediakan peralatan lengkap, sehingga pasien harus dibawa kesana kemari, dirujuk dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya.
5.    Kemampuan akademik yang terbatas
Ditinjau dari ketenagaan dokter, jika kita boleh jujur di zaman sekarang ini kemampuan akademik profesi dokter juga menjadi tanda tanya besar, meski tidak semuanya. Beberapa Universitas berani menerima mahasiswa dengan keterbatasan kemampuan akademik melalui jalur khusus. Alhasil saat terjun di lapangan dapat dijumpai mallpraktik yang tidak lain pasien menjadi korbannya. Sungguh ironis.
FAKTA DI LAPANGAN

Berdasarakan pengalaman dari penulis, saat ayah sedang sakit di rawat di rumah sakit sebanyak dua kali. Masing-masing rumah sakit swasta namun kedua rumah sakit yang berbeda. Pelayanan rumah sakit A sangatlah bagus. Mulai dari dokter, perawat keduanya ramah. Saat membutuhkan bantuan (terdapat keluhan pasien) perawat dengan sigap datang menemui pasien dengan keramahannya. Sesekali juga tim spiritual berkunjung ke pasien untuk memberikan sedikit materi pencerahan dengan harapan pasien menerima sakit dengan penuh keikhlasan. Dialog antara pasien dengan tim spiritual pun mengalir indah, menjadikan pasien lebih bersabar dan menerima keadaan (sakit) dengan penuh lapang dada. Tampak dari senyum pasien tatkala pertemuan itu. Selain itu dari sisi bangunan yang tampak bersahabat dikelilingi tanaman indah, lantai yang sering mendapat basuhan kain pel menjadikan pasien dan keluarga seakan refreshing (mengurangi kepenatan).
Pelayanan rumah sakit B terkesan kurang ramah, perawat kurang sigap dalam menangani pasien. Betapa tidak, di saat pasien menjalani tranfusi darah, sesekali terdapat darah yang macet menuju tubuh pasien sehingga mengharuskan pasien dan keluarga membutuhkan bantuan perawat. Sekali perawat dimintai tolong, terjawab dari lisannya “sebentar ya”, menunggu waktu beberapa menit, pasien mengeluh hingga keluarga pasien menemui perawat kembali untuk meminta penanganan, jawaban pasien tetap sama, “sebentar ya”. Hingga kali ketiga perawat didatangi masih jawaban yang sama, “sebentar ya, saya ndak lupa” dengan nada yang meninggi. Bagai kejatuhan batu. Sakit banget, pasien dan keluarga datang ke rumah sakit dengan harapan mendapat kesehatan, namun yang didapat adalah pelayanan yang kurang memuaskan.
Selain fakta yang tersebut di atas, sering pula dijumpai puskesmas dengan jam kerja terbatas, beroperasi hari Senin hingga Sabtu. Terkadang pasien yang sakit di hari minggu tak lagi mendapat pelayanan puskesmas terdekat.  Mengenai ketersediaan bidan di desa, pelayanan juga menjadi permasalahan. Terbatasnya tenaga kerja menjadikan pelayanan kurang memuaskan. Jika dahulu para ibu hamil hendak melahirkan cukup tertangani oleh bidan terdekat. Dengan sabar, ibu bidan menunggu dan melayani pasien hingga bayi lahir dengan selamat. Berbeda dengan zaman sekarang, seakan bidan kurang bersabar dalam menangani pasien, sehingga apabila dalam waktu sekian jam bayi belum kunjung lahir, sang bidan merekomendasikan agar pasien dirujuk ke rumah sakit. Dengan biaya rumah sakit yang tak sedikit.
    Indonesia merupakan negeri mayoritas kaum muslim, namun dari segi obat-obatan hanya beberapa yang mendapat sertifikat halal oleh MUI dengan alasan masih terdapat babi dalam pengolahan, seperti babi sebagai katalisator dn lainnya. Hal ini mengusik hati kaum muslim, mengingat babi haram dalam pandangan Islam. Vaksin sebagai imunitas dalam tubuh manusia, disinyalir memanfaatkan hewan babi. Sehingga mengharuskan beberapa masyarakat yang menolak untuk di imunisasi bagi putra-putrinya. Umat Islam sangat berharap agar obat-obatan, vaksin, peralatan kesehatan dan lainnya benar-benar yang halal dan baik.
Penulis:
LIYA YULIANA ( Bojonegoro)
email: akhwat.psyariah@gmail.com
FB: Anna Mujahidah Mumtazah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar