IRONI PELAYANAN
KESEHATAN
Kesehatan merupakan hal yang
utama (terpenting) dalam hidup. Tiada manusia yang mendambakan sakit. Namun di
balik sakit, Allah hendak menggugurkan dosa-dosa kaum muslim. Tiap-tiap manusia
dalam setahun tentunya pernah mengalami sakit, baik panas, maupun sakit berat
lainnya. Adapun permasalahan kesehatan di negeri ini diantaranya:
1.
Mahalnya biaya operasional
Berbicara tentang kesehatan seakan berbicara dengan
sesuatu yang mahal. Betapa tidak, besarnya kantong yang keluar sebanding dengan
pelayanan kesehatan yang kita dapatkan. Kesehatan yang menjadi tanggung jawab
negara seakan beralih ke tangan masing-masing individu. Akibatnya orang miskin
kesulitan mendapatkan pelayanan yang optimal. Meski pemerintah memberikan dana
bantuan kesehatan, namun terdapat beberapa kendala diantaranya pelayanan yang
kurang memuaskan, banyaknya pasien yang membutuhkan dana pelayanan kesehatan
jauh lebih banyak dari pada dana yang tersedia. Dengan minimnya pelayanan
kesehatan dengan harga terjangkau menjadikan pasien fokus ke dokter spesialis, meski
tak ada kata gratis, yang ada berbayar sekian ratus ribu. Rumah sakit yang
seharusnya lebih mementingkan keselamatan nyawa pasien, kini menjadi lebih mementingkan
keselamatan administrasi rumah sakit. Tidak bisa dipungkiri, rumah sakit juga
membutuhkan materi (uang) untuk menjalankan operasional sehari-hari. Mengingat
peralatan, obat-obatan juga didapatkan dengan harga yang tidaklah murah. Jika
kita jujur, masyarakat cenderung memilih pelayanan yang terbaik meski harus
merogoh kantong dalam-dalam. Untuk masyarakat kalangan menengah ke atas lebih
memilih berobat ke rumah sakit swasta yang terkenal dengan kebersihan, pelayan
terbaik dari pada rumah sakit milik
pemerintah yang terkesan murah namun pelayanan jauh dari sempurna. Sebagai
contoh dari segi kebersihan, kebanyakan rumah sakit milik pemerintah kurang
terjaga, lantai yang jauh dari basuhan kain pel, dan setiap kamar memuat pasien
lebih dari muatan standart (overload).
Selain itu keramahan dokter, perawat dan
lainnya juga menjadi tanda tanya besar. Aroma rumah sakit identik adanya
obat-obatan.
2.
Pelayanan kesehatan dokter dan pratisi kesehatan
jauh dari sempurna
Selain rumah
sakit, dari segi pelayanan oleh dokter juga menjadi hal yang memprihatinkan. Di
zaman sekarang ini yang segala sesuatu dinilai dengan materi (uang). Terdapat
beberapa dokter di Indonesia, seakan berprinsip “waktu adalah uang”. Detik bernilai uang, begitu juga dengan menit,
jam dan hari. Sangat jarang ditemui dokter dengan pelayanan yang benar-benar open terhadap pasien. Jam konsultasi
seakan mengikuti spidometer taksi. Semakin lama waktu konsultasi maka biaya
makin besar biaya yang harus dikeluarkan. Tak lagi memandang dari keluarga
mampu atau miskin ataukah menengah, semua harus membayar dengan rupiah yang
sama. Memang tidak semua dokter bersikap demikian, ada pula dokter yang dengan
ikhlas menangani pasien cukup berbalas “terimakasih”. Pemberian informasi yang
kurang lengkap, diagnosis yang terkadang kurang tepat.Terdapat pula pasien yang
mengadukan sikap dokter yang tidak ramah.
3.
Idealisme dokter tereduksi
Beberapa waktu lalu kita dihebohkan berita adanya aksi
demo para dokter. Sungguh di luar prasangka ternyata idealisme seorang dokter
juga berpeluang tergerus. Tiada salah para dokter membela dokter Ayu dkk yang
telah divonis oleh Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman 10 bulan penjara karena
kealpaan dr Ayu dkk yang mengakibatkan kematian pasien Siska Makatey. Namun
perlu diperhatikan pula jika semua dokter mogok dalam bertugas untuk melakukan
aksi damai pembelaan terhadap dokter Ayu dkk, maka pasien menjadi telantar, dan
solusi ini sangatlah merugikan pasien. Dari fakta 26 November 2013 seakan bisa
dikatakan idealisme para dokter mengalami reduksi.
4.
Ketersediaan peralatan yang kurang memadai
Pernah pula
dijumpai adanya pasien yang cukup lambat dalam hal penanganan baik disebabkan
oleh terbatasnya peralatan maupun kurang sigapnya dokter dalam penanganan
(keterbatasan persediaan dokter). Tidak semua rumah sakit menyediakan peralatan
lengkap, sehingga pasien harus dibawa kesana kemari, dirujuk dari rumah sakit
satu ke rumah sakit lainnya.
5.
Kemampuan akademik yang terbatas
Ditinjau dari
ketenagaan dokter, jika kita boleh jujur di zaman sekarang ini kemampuan akademik
profesi dokter juga menjadi tanda tanya besar, meski tidak semuanya. Beberapa Universitas
berani menerima mahasiswa dengan keterbatasan kemampuan akademik melalui jalur
khusus. Alhasil saat terjun di lapangan dapat dijumpai mallpraktik yang tidak
lain pasien menjadi korbannya. Sungguh ironis.
FAKTA DI LAPANGAN
Berdasarakan pengalaman dari penulis,
saat ayah sedang sakit di rawat di rumah sakit sebanyak dua kali. Masing-masing
rumah sakit swasta namun kedua rumah sakit yang berbeda. Pelayanan rumah sakit
A sangatlah bagus. Mulai dari dokter, perawat keduanya ramah. Saat membutuhkan
bantuan (terdapat keluhan pasien) perawat dengan sigap datang menemui pasien
dengan keramahannya. Sesekali juga tim spiritual berkunjung ke pasien untuk
memberikan sedikit materi pencerahan dengan harapan pasien menerima sakit
dengan penuh keikhlasan. Dialog antara pasien dengan tim spiritual pun mengalir
indah, menjadikan pasien lebih bersabar dan menerima keadaan (sakit) dengan
penuh lapang dada. Tampak dari senyum pasien tatkala pertemuan itu. Selain itu
dari sisi bangunan yang tampak bersahabat dikelilingi tanaman indah, lantai
yang sering mendapat basuhan kain pel menjadikan pasien dan keluarga seakan
refreshing (mengurangi kepenatan).
Pelayanan rumah sakit B terkesan
kurang ramah, perawat kurang sigap dalam menangani pasien. Betapa tidak, di saat
pasien menjalani tranfusi darah, sesekali terdapat darah yang macet menuju
tubuh pasien sehingga mengharuskan pasien dan keluarga membutuhkan bantuan
perawat. Sekali perawat dimintai tolong, terjawab dari lisannya “sebentar ya”, menunggu waktu beberapa
menit, pasien mengeluh hingga keluarga pasien menemui perawat kembali untuk
meminta penanganan, jawaban pasien tetap sama, “sebentar ya”. Hingga kali ketiga perawat didatangi masih jawaban
yang sama, “sebentar ya, saya ndak lupa” dengan
nada yang meninggi. Bagai kejatuhan batu. Sakit banget, pasien dan keluarga
datang ke rumah sakit dengan harapan mendapat kesehatan, namun yang didapat
adalah pelayanan yang kurang memuaskan.
Selain fakta yang tersebut di
atas, sering pula dijumpai puskesmas dengan jam kerja terbatas, beroperasi hari
Senin hingga Sabtu. Terkadang pasien yang sakit di hari minggu tak lagi
mendapat pelayanan puskesmas terdekat. Mengenai
ketersediaan bidan di desa, pelayanan juga menjadi permasalahan. Terbatasnya
tenaga kerja menjadikan pelayanan kurang memuaskan. Jika dahulu para ibu hamil
hendak melahirkan cukup tertangani oleh bidan terdekat. Dengan sabar, ibu bidan
menunggu dan melayani pasien hingga bayi lahir dengan selamat. Berbeda dengan
zaman sekarang, seakan bidan kurang bersabar dalam menangani pasien, sehingga
apabila dalam waktu sekian jam bayi belum kunjung lahir, sang bidan
merekomendasikan agar pasien dirujuk ke rumah sakit. Dengan biaya rumah sakit
yang tak sedikit.
Indonesia merupakan negeri
mayoritas kaum muslim, namun dari segi obat-obatan hanya beberapa yang mendapat
sertifikat halal oleh MUI dengan alasan masih terdapat babi dalam pengolahan,
seperti babi sebagai katalisator dn lainnya. Hal ini mengusik hati kaum muslim,
mengingat babi haram dalam pandangan Islam. Vaksin sebagai imunitas dalam tubuh
manusia, disinyalir memanfaatkan hewan babi. Sehingga mengharuskan beberapa
masyarakat yang menolak untuk di imunisasi bagi putra-putrinya. Umat Islam
sangat berharap agar obat-obatan, vaksin, peralatan kesehatan dan lainnya
benar-benar yang halal dan baik.
Penulis:
LIYA YULIANA ( Bojonegoro)
email: akhwat.psyariah@gmail.com
FB: Anna Mujahidah Mumtazah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar