RAMADAN MEMBANGUN HABITS MENUJU TAAT
Ramadan di penghujung. Dalam hitungan jari ia tak lagi membersamai
kita. Semakin hari semakin menjauh. Jika masih diberikan kesempatan, satu tahun
yang akan datang barulah ia datang kembali. Kehadirannya selalu dinantikan kebanyakan
orang beriman. Betapa tidak, bulan mulia itu pahala dilipatgandakan. Amalan
sunah berpahala amalan wajib.
Bulan ramadan, dalam satu bulan kita terdidik untuk ketaatan yang
spesial. Mulai pagi sebelum subuh disunahkan untuk makan sahur. Setelah sang
mentari terbit, mengimsakkan diri hingga matahari kembali terbenam. Di siangnya
menahan haus, lapar, syahwat, nafsu dan hal yang membatalkan serta mengurangi
pahala puasa.
Di bulan ini pula setan-setan dibelenggu, pintu
neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Di dalamnya Allah hadiahkan malam yang penuh
kemuliaan dan keberkahan yakni lailatul qadar. Bulan ramadan adalah
salah satu waktu dikabulkannya doa. Bagi yang berpuasa akan mendapatkan pahala dan
hanya Allah saja yang mengetahuinya. Selainn itu juga memperoleh dua
kebahagiaan yakni saat berbuka dan saat perjumpaan dengan Rabb-Nya. Bau mulut
orang yang bepuasa lebih harum di hadapan Allah dari pada bau misik/kasturi dan
orang yang berpuasa akan mendapatkan pengampunan dosa. Itulah istimewanya bulan
ramadan.
Bulan ramadan, bulan
membentuk habits (pembiasaan). Kaum mukmin dipaksakan berpuasa,
dilengkapi dengan amalan sunah seperti tarawih, menyegerakan berbuka,
memperbanyak sedekah, dan lainnya. Hal yang diwajibkan (puasa, menutup aurat,
menjaga lisan agar tidak ghibah dan lainnya) yang semulanya dirasa berat,
menjadi ringan. Hal ini karena diri sudah terbiasa. Seperti halnya mengendarai
motor 50 km, pada awalnya terasa jauh dan melelahkan, namun saat hal ini
dilakukan berulang, maka 50 km adalah angka yang sangat dekat.
Mengutip sebuah karya
seorang inspirator muda yang juga muallaf Felix Siaw, “Sebagian ilmuwan dan
peneliti berpendapat bahwa manusia memerlukan waktu 21 hari untuk melatih satu
habits baru, sebagian lagi berpendapat 28-30 hari, bahkan ada yang berpendapat
40 hari.” Ramadan (29 atau 30) hari adalah waktu yang cukup untuk membangun
habits baru. Jika sebelumnya menutup aurat itu berat, ramadan mulai
menutup aurat, maka setelah ramadan sangat efektif untuk melanjutkan ketaatan.
Sebagaimana ketika kita masih kecil, kita belajar membaca Al Fatihah setiap
hari saat ikut salat jamaah, tanpa sadar kita pun hafal dengan tanpa kita
sadari. Itulah kekuatan sebuah habits.
Saat ketaatan itu terasa
sulit bagi kita, maka langkah pertama adalah kita paksakan diri kita untuk
taat, hari kedua, ketiga dan seterusnya, maka setelah 30 hari atau lebih hal
tersebut akan terotomatisasi. Jangan pernah terbesit untuk putus dari aktivitas
taat tersebut, sebab jika terputus bisa jadi sulit untuk bangkit kembali.
Jika di hari biasanya pukul
09.00 kita lapar yang sangat, namun saat ramadan tiba kita dipaksakan
menahannya hingga sang mentari terbenam. Belajar dari anak kecil, di saat
balita belajar berpuasa bedug (puasa sampai adzan dhuhur), semakin bertambah
usia, berbuka pada jam 13.00, lalu 14.00 dan seterusnya. Hingga suatu saat,
mampu menjalankan puasa hingga sempurna.
Untuk membangun habits
dibutuhkan pengulangan yang terus menerus. Berat di awal namun ringan di
kemudian. Jika menjalankan islam secara menyeluruh dan sebenar-benarnya sulit,
namun kita memaksakan diri kita, maka setelah terjadinya repetition
(pengulangan) yang terus menerus, maka hal tersebut akan terotomatisasi dalam
diri kita. Semoga ramadan kita berbuah takwa. Semoga habits untuk taat
senantiasa menyelimuti diri kita. Aamiin. Alllahu A’lam. Di muat di Radar Bojonegoro, Ramadan 1436 H/ 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar