IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Selasa, 05 November 2013

Pahlawan Islam


Kata pahlawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari dua kata (b. sansekerta): pahla dan wan. Pahla berarti buah, sedangkan wan adalah sebutan bagi orangnya (bersangkutan). Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia kita dapatkan gelar pahlawan yang tertambatkan kepada Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Sultan Hasanudin, KH Ahmad Dahlan, Tuanku Imam Bonjol dan lainnya. Berdasarkan sejarah, perjuangan mereka dilandasi semangat nasionalisme. Namun, jika dikaji lebih dalam, perjuangan para pahlawan itu bukanlah karena semangat nasionalisme, tetapi karena semangat berjihad fi sabilillah. Para pahlawan sadar bahwa penjajahan dan penindasan orang-orang kafir atas umat Islam wajib dilawan. Karena itulah mereka merelakan jiwa, raga, pikiran untuk perjuangan suci ini.
Di era Kapitalisme ini, makna pahlawan seakan menjadi ambigu. Sebagai contoh, versi kaum liberal, para pejuang sepilis (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) mereka nobatkan sebagai pahlawan. Perjuangan mereka mendapat dukungan dari para musuh Islam. Siang-malam mereka menggencarkan opini sepilis hanya demi iming-iming materi (uang). Di sisi lain, mereka menganggap teroris kaum Muslim yang memperjuangkan syariah Islam. Para pejuang syariah Islam sering disebut sebagai kalangan Islam radikal. Lalu yang manakah yang sejatinya layak disebut pahlawan? Pejuang sepilis, nasionalisme, ataukah pejuang syariah Islam?
Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda, “Bukan dari golongan kami siapa saja yang mengajak pada ‘ashabiyah, bukan pula dari golongan kami orang yang berperang karena ‘ashabiyah, dan tidak juga termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah.” (HR Abu Dawud).
Sebaliknya, dalam Islam pahlawan adalah mereka yang menyeru agar umat masuk Islam secara keseluruhan, berjuang di jalan Allah, menaati perintah-Nya secara totalitas; bukan mereka yang menyeru hukum manusia. Perjuangan itu bukan berlandaskan golongan, suku, nasionalisme; tetapi karena dorongan akidah (agama). Jika para sepilis dan nasionalis begitu getol memperjuangkan sepilis-nasionalismenya hanya karena materi, maka pejuang syariah Islam tentu harus lebih gencar dan semangat karena balasan yang kekal (ridha Allah dengan surga-Nya). WalLahu ‘alam. [Anna Mujahidah; Guru di Bojonegoro Jatim]

dimuat di Al Waie edisi November 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar