IRONI PELAYANAN KESEHATAN

IRONI PELAYANAN KESEHATAN
LOMBA MENULIS BLOG FPKR

Kamis, 29 Agustus 2013

Jika Syuhada Ranjangnya Miring, Bagaimana dengan Kita?? #MERENUNG


Pada tahun ke-8 Hijriah, Rasulullah mengirim sekelompok pasukan menuju Mu’tah. Ekspedisi ini bermula dari terbunuhnya utusan Rasulullah yang bernama Al-Harits bin Umair yang dilakukan oleh Syurahbil bin Amr al-Gassany, seorang gubernur Kaisar Romawi untuk daerah Syam. Membunuh utusan adalah perbuatan yang sangat tercela, sama artinya dengan mengumumkan perang, bahkan lebih keras dari itu. Oleh karena itu Rasulullah sangat murka dengan peristiwa ini.





Pasukan Islam ketika itu berjumlah 3000 orang yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Sebelum berangkat Rasulullah memberikan wasiat, apabila Zaid bin Haritsan gugur maka digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib. Kalau Ja’far juga gugur maka Abdullah bin Rawahah yang tampil untuk memegang panji perang. Andai kata Abdullah bin Rawahah juga gugur maka kaum muslimin berijtihad memilih salah seorang di antara mereka untuk jadi pemimpin.





Singkat cerita, di waktu terjadi pertempuran sengit antara pasukan Islam melawan tentara Romawi yang berjumlah jauh lebih besar, apa yang dikabarkan  Rasulullah sebelumnya betul-betul menjadi kenyataan. Pertama Zaid bin Haritsan  menemui syahidnya dengan gagah berani. Tanpa pikir panjang Ja’far bin Abi Thalib langsung menyambar panji perang dan memimpin perperangan dengan semangat berkobar-kobar, sampai akhirnya menemukan juga syahidnya. Di saat Ja’far gugur Abdullah bin Rawahah kelihatan bimbang sejenak sebelum menangkap panji perang dari tubuh Ja’far yang sudah tercabik-cabik akibat tebasan pedang lawan. Akhirnya, Abdullah bin Rawahah mampu maju dengan memberikan perlawanan yang tidak kalah sengitnya dari dua orang pendahulunya setelah mencoba memotivasi diri dengan melantunkan bait-bait syair yang mengandung jiwa kepahlawanan. Setelah berjuang dengan mencurahkan seluruh kemampuan, Abdullah bin Rawahah juga memperoleh kemuliaan mati syahid, menyusul dua orang shahabatnya ke surga Allah. Untuk selanjutnya perperangan dipimpin oleh Khalid bin Walid, pahlawan yang mendapatkan julukan “Pedang Allah”.





Di Madinah, dalam tidurnya Rasulullah bermimpi melihat tiga orang shahabat beliau; Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah lagi istirahat di atas ranjang yang sangat indah di surga. Namun, Rasulullah melihat ranjang tempat tidur Abdullah bin Rawahah agak miring sedikit sehingga istirahatnya pun tidak senyaman yang kelihatan pada dua orang shahabatnya yang lain. Setelah bangun dari tidurnya Rasulullah mentakwilkan mimpinya itu dengan sifat ragu-ragu Abdullah bin Rawahah ketika akan maju memegang panji perang.





Dari sepenggal cerita para shahabat yang mulia ini, kita bisa memahami bahwa Allah mempunyai hitung-hitungan yang sangat detail dan terpetakan. Sedikit rasa ragu saja mengurangi penilaian dalam pandangan Allah, sekalipun hasil yang dicapai tetap sama. Di sisi lain, Allah juga tidak menilai hasil, tapi yang diperhatikan adalah proses untuk menuju hasil. Kita bisa menilai diri kita masing-masing berapa banyak amalan yang telah kita lakukan dengan spontanitas, tanpa didahului rasa ragu atau kebimbangan dan mengulur-ulur waktu.
 hasil copas ZA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar